Siang yang panas ini ada penjaja selendang mayang melintas. Pakai gerobak, karena kalau pakai pikulan pasti melelahkan. Saya lupa kapan terakhir kali makan eh minum selendang mayang.
Dulu waktu saya bekerja di Palmerah, Jakpus, kadang bersua penjual selendang mayang yang keluar masuk kampung. Selendang mayangnya hanya hijau, diiris tipis dengan bilah bambu tapi tak setajam sembilu. Potongan tipis agak memanjang memang layak disebut selendang. Kalau sekarang selendangnya kotak.
Sekarang zaman gerobak. Bukan pikulan dengan dua wadah anyaman bambu berangka rotan. Pun lempeng lunak tebal mirip lapis itu tak ditaruh di atas tampah atau loyang Jawa. Sekarang hampir semua selendang mayang menambahkan opsi susu kental manis.
Siang ini saya dan cucu tetangga menikmati selendang. Tiga porsi Rp15.000. Murah juga.