Hampir setengah abad usia God Bless. Perjalanan tak selalu mulus antara lain karena konflik internal.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Reviu buku Roda Kehidupan God Bless

Usia 48 tahun kalau ditambah dua tahun akan jadi setengah abad. Itulah usia God Bless (GB). Sudah gaek tapi masih jreng. Tak semua band bisa bertahan lama karena grup musik itu unik: entitas bisnis, sebuah kompeni seni seperti halnya kelompok teater dan tari, sekaligus sebuah komunitas mini seperti institusi, dan dilingkungi komunitas besar penggemar.

Buku Theodore K.S., wartawan musik sejak 1970-an, tentang GB menjadi pelengkap perayaan berkah Agustus ini. Memang buku ini terbit 2020, tapi layak angkat karena bulan ini GB menjadi sentrum kabar musik Indonesia. Dapat apresiasi dari Jokowi dan berita konser virtual GB 31 Agustus nanti terus mengalir.

Seperti umumnya kisah band, di dalamnya ada pasang surut, termasuk konflik internal. Memang tak semua kisah yang pernah terpaparkan media terangkut ke dalam buku. Namun dari arsip daring kabar itu, dan penuturan personelnya, misalnya Yockie Suryo Prayogo (1954-2018) yang ditodong pistol Achmad Albar kepada media maupun dalam blognya JSOP, sejumlah hal bisa ditilik.

Namanya juga kelompok. Ada saatnya bertengkar dan ada saatnya berbela rasa — téga larané ora téga patiné, kata orang Jawa. GB tampil unplugged saat konser malam dana untuk Yockie yang sakit, Januari 2018. Itu suatu hal yang tak ada dalam iming-iming acara. Pada hari-hari akhir, Yockie yang tak sadar masih bisa menangis saat dijenguk Albar dan Ian Antono.

Apa saja sih yang menarik dari GB dalam buku ini? Beberapa di antaranya:

  • Foto wajah Achmad Albar (Iye) disebut sebagai foto KTP karena posenya standar, atas ide Tono Sebastian, orang Prambors — foto itu menjadi sampul album pertama God Bless (self titled dari GB, tapi khalayak menyebutnya album Huma di Atas Bukit *
  • Dulu Iye menggunakan sampo apapun, tanpa merek favorit, untuk rambut kribonya
  • Pada awal karier, GB pernah berangkat manggung naik truk, ditampung dalam kamar losmen tanpa AC untuk lima orang
  • Iye, menurut Ludwig Lemans, warga Belanda, gitaris pertama GB, “No question, he has good voice but can’t play any music instrument.”
  • Album yang disebut Huma di Atas Bukit tidak bisa dirilis ulang karena pemilik hak cipta lagu “Eleanor Rigby” (Lennon / McCartney) dan “Friday on My Mind” (Easybeats) minta bayaran tinggi

Kata banyak orang, bikin band itu boleh dibilang gampang. Yang sulit adalah mempertahankan justru setelah berjaya.

Kasus vakumnya Padi, kemudian jadi Padi Reborn, adalah contoh. Ada masa ketika para personel merasa saling asing dan tak saling memahami padahal mereka kenal sejak belia.

Buku Roda Kehidupan ini menarik untuk dibaca. Banyak gambar pula.

Foto pose KTP Achmad Albar setelah menjadi line art vektor pada 1976 pun ikonis

*) Dalam kredit kaset edisi 1976 maupun sampul CD awal 2000-an, desainer sampulnya adalah Drs. Markoes Djajadiningrat. Saat itu dia redaktur artistik Eksekutif — majalah termahal di Indonesia. Di kemudian hari Markoes dikenal sebagai desainer trofi Kalpataru.

  • Judul: Roda Kehidupan God Bless
  • Penulis: Theodore K.S.
  • Penerbit: Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2020
  • Tebal: xiv + 274 halaman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *