↻ Lama baca < 1 menit ↬

Joni Terwelu uring-uringan via telepon. “Operator itu urik, semprul, memeras konsumen, suka njebak, Mas!”

Lalu mengalirlah kegusaran. Selalu paket data kedaluwarsa sebelum habis. Kalau beli kuota lebih kecil, untuk sebulan, baru dua pekan sudah habis. Ada juga kuota gede, 20 GB, tapi untuk tiga hari, “Edan! Gimana ngabisinnya, Mas?”

Kamso menenangkan Terwelu, “Namanya juga bisnis. Pasti sampean mau ngeluh, dulu kuota untuk 60 hari, bahkan ada 90 hari kan? Sampean pasti juga mau bilang, karena di rumah terus pasti pakai wi-fi, pulsa jadi awet…”

Terwelu mengiyakan, dengan menyebut satwa.

Maka Kamso pun terpaksa kasih tip memilih paket. Terwelu barusan di-PHK dari media. Sejak zaman awal ponsel, medio 1990-an, urusan tagihan disubsidi kantor. Dia jarang nombok tersebab overlimit.

“Sampean beli hape di atas sepuluh juta aja santai, tapi gara-gara tarif mobile internet kok ngamuk. Sekarang banyak keluarga kesusahan, pulsa itu barang mewah, karena anak SD sampai orang dewasa di rumah butuh internet padahal mereka nggak langganan kabel,” kata Kamso.

“Tapi mereka kan bisa beli mobile modem router berikut kuota gede buat dipakai bersama, Mas? Tetangga dilarang nebeng!”

Empati. Belum tentu sama tebalnya. Tapi jangan anggap orang sejahtera tipis rasa. Tergantung orangnya.

¬ Gambar praolah: Shutterstock / Picsart