Toko dibenarkan oleh hukum untuk membulatkan belanjaan konsumen, ke atas, karena tak ada uang kembalian. Terus hasil pembulatan akhirnya ke mana?
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Pembulatan nilai belanja di Superindo Jatikramat Bekasi

Moral cerita belanja hari ini. Kalau mau menyalahkan kambing jambon, jingga, cokelat, maupun hitam, tunjuklah wedhus yang bernama denominasi dan inflasi. Rupiah tak bertenaga. Nilai kecil hanya ada dalam pembukuan. Pengemis pun tak terima jika hanya diberi koin gocap. Lagi pula dengan 50 perak bisa beli apa?

Itu tadi dengan catatan kalau koinnya ada. Kasir supermarket pun tidak punya. Maka untuk uang kembalian dalam pembayaran tunai itu supermarket dibenarkan membuatkan harga. Ada dasar hukumnya.

Kelak setelah pandemi usai, dan redenomimasi diterapkan, kita akan seperti masyarakat dollar dan Euro: punya koin sekian sen yang berdaya beli.

Di negeri-negeri berkeping uang logam, kita terpaksa menyediakan kantong koin supaya tidak repot, tapi ketika membayar, apalagi di bandara saat pulang, kita jadi orang bego nan budiman: menaruh semua koin di telapak tangan dan meminta kasir memilih sendiri karena selama kunjungan singkat kita tidak kunjung hafal nilai pecahan setiap keping.

Ketika saya masih bocah, blanko pos wesel (oh, arkais nian!) punya isian untuk angka sen setelah rupiah, tapi saat itu uang sen sudah tidak ada, bahkan dalam buku pelajaran berhitung pun tidak tercantum.

Eh, padahal tanpa redenomimasi pun sebenarnya tak perlu ada pembulatan apabila semua pembayaran secara nirtunai.

Kalau bicara koin, pengalaman saya berhadapan terberat adalah saat Koin Keadilan. Ruang kerja seperti gudang Paman Gober, berisi tumpukan kantong koin. Penghitungan akurat hanya dapat dilakukan di Bank Indonesia — jumlah itulah yang Prita sumbangkan untuk korban Gunung Merapi.

¬ Buku Setahun Koin Keadilan

2 thoughts on “Pembulatan harga belanjaan di supermarket

  1. soal koin ini, koin tembaga di bawah 5 sen juga tidak ada artinya kok, paman.. repot malah menambah beban saja..

    bahka koin 5 sen itu juga kadang ngga berarti.. pernah saya membayar dengan uang pas, lengkap dengan sen-sennya.. kasir hanya geleng-geleng meski memang itu sudah hal yang wajar. demikian pula dengan kembalian, kasir selalu mengembalikan koin 1 sen, meski itu sangat merepotkan si penerima..

    biasanya saya menukar koin-koin ini di vending machine makanan di stasiun.. cuma ya itu, mesin ini hanya menerima paling kecil 5 sen..

    uang tembaga 1 dan 2 sen ini bobotnya ringan. mesin kesulitan untuk membedakan dengan magnet atau bobot..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *