Sudah lima tahun lebih tahu bulat lima ratusan digoreng dadakan beredar dari kampung ke kampung. Saya tak pernah berminat, sampai akhirnya kami serumah mencoba.
Memang tahunya digoreng dadakan, di atas pikap sewaan beratap terpal yang bertarif Rp80.000 per 24 jam. Si juragan punya belasan armada keliling, pakai motor gerobak Viar, tapi untuk mobil ya menyewa, cuma satu. Jam kerja tiga awak bisa sepuluh dua belas jam sehari, tapi sehari jalan sehari rehat.
Suara untuk menjajakan, yang beda cuma akhirannya untuk setiap bandar, misalnya “uhuy eng ing eng”, direkam pada kartu memori. Lalu untuk melantamkan suara dipakailah amplifier. Adapun corong selompret, atau horn speaker yang mereka sebut Toa apa pun mereknya, di pasang di bawah bak pikap. Baru tahu saya lospeker di sana tempatnya.
Soal rasa? Seperti prasangka saya. Ini tahu pong tipis keras yang tidak enak. Mungkin di penjaja lain, apalagi generasi pertama, lebih enak.
Ajaib, meski banyak pemain, bisnis ini masih bertahan.
7 Comments
Termasuk kesukaan anak ragil lanang saya 😁
Wong di rumah banyak masakan enak, gratis, kok masih jajan gituan 🤣
iya, anak sy memang ndembik, kayak ayahnya 😁🙈
saya dulu biasa beli di pasar malam dekat rumah. adonan mentahnya kayak semacama ci begitu, yang setelah digoreng langaung mekar.. rasanya memang hambar, makanya biasanya diberi bubuk cabe atau bubuk bawang, lali dikocok..
Hahahaha gitu ternyata. Saya juga baru tahu setelah mengamati lalu mencicipi.
saya malah belum pernah nyobain, paman.
jd penasaran hehe
Gak ada salahnya nyoba dan nanya-nanya 😁