Gambar pada kaus ini fiktif. Oma yang kemudian jadi Rhoma, setahu saya, belum pernah menjadi laporan utama majalah Belanda Muziek Expres maupun Popfoto.
Lalu di mana kelucuannya? Kedua majalah Belanda itu pernah populer di Indonesia — akhir 1960-an – medio 1970-an — padahal saat itu generasi oom dan kakak sepupu saya yang jauh lebih tua tidak bisa berbahasa Belanda.
Kedua majalah itu disukai karena… gambarnya! Poster, itu jelas disukai — suatu hal yang beberapa tahun kemudian ditiru Aktuil (Bandung), lalu Top (Jakarta), dengan poster beraster kasar tapi sudah bikin bahagia pembaca.
Selain poster adalah halaman tengah dua pagina (center spread), karena bisa diperlakukan sebagai poster. Bahkan halaman tunggal dengan foto closeup juga bisa dijadikan pendamping poster. Makin riuh tembok makin keren padahal mengurangi terang lampu. Satu eksemplar Muziek Expres maupun Popfoto akan habis tersobeki karena setelah pemilik mengambil yang dia perlukan maka orang lain akan memanfaatkan sisanya. Baik untuk ditempel maupun jadi sampul buku tulis.
Maka kamar generasi saat itu bisa penuh gambar bintang musik pop/rock, baik dari Belanda, Inggris, dan Amerika, tanpa pernah mendengar lagunya. Wajah personel band Belanda Cuby +Blizzards, Tee Set, dan Golden Earring, menempel di tembok tapi lagunya tak pernah diputar di stasiun radio lokal, sementara kaset dan pemutarnya — apalagi vinyl dan turntable — belum terjangkau semua orang.
2 Comments
satu-satunya “Artis” yang pernah saya tempel di tembok adalah poster Gus Dur dari edaran kampanye PKB. masih SMP waktu itu.
ABG jaman sekarang masih suka tempel psoter atau tidak ya?
Sekarang semua hal ada di ponsel 😊