Prinsip di mana pun, kalau ingin sepedanya aman, setiap pengendara harus menguncinya. Sepeda terkunci itu akan menunda maling beraksi – memang sih sepeda bisa diangkat. Untuk kasus di Indonesia, karena tukang parkir dan satpamwan itu banyak, ya berbaik-baiklah dengan mereka.
Saya pernah bayar parkir di Indomaret kompleks sebelah tapi sempat ditolak, padahal Pak Parkir menjaga sepeda saya. “Ah, nggak usah, sepeda kan gratis?” katanya. Saya bilang semua kendaraan harus bayar parkir.
Sepeda saya murah, memanfaatkan cicilan nol persen, tapi saya tak rela kalau hilang. Orang lain juga begitu, berapa pun harga kereta anginnya. Terlepas dari jenis basikal yang dapat dilipat atau tidak.
Saya pesepeda sekadarnya, tak pernah ngepit berombongan apalagi jauh. Namun saya mengandaikan, seperti saran beradab banyak orang, rombongan gowes seperti di Semarang, Jateng, itu mestinya melipat tunggangannya, memarkirnya secara rapi, menguncinya.
Menurut saya, akan baik jika berkoordinasi dengan komandan satpam. Atau lebih sip: melakukan penempahan dengan manajemen kedai. Bukan langsung masuk kedai dengan mengendarai pit berlampu menyala – tak semua anggota rombongan sih – dumeh bukan abdi dalem yang masuk keraton.
Di Stasiun Wuppertal, Jerman, saya pernah melihat seorang perempuan membawa masuk sepeda ke dalam minimarket. Saya tak tahu latar masalah. Mungkin dia pemilik kedai – atau orang bingung. Di negeri tertib, tapi sepeda bisa raib, kasus di minimarket itu pasti latar cerita.
Kalau kasus pesepeda lipat di Semarang? Dilakukan berombongan, mengabaikan adab dan keselamatan orang lain. Saya tak habis pikir. Apalagi itu dilakukan di tengah pembatasan jumlah anggota rombongan pengudap kedai karena Covid-19. Entah apa kata Gubernur Ganjar yang senang ngepit.
Lokasi: Semarang
Buat yg kenal atau yg tau mohon di edukasi etika waktu masuk ruangan saat membawa sepeda lipat.
Dengan kondisi banyak customer apakah pantas masuk ruangan dengan cara seperti itu.
1.sepeda gak dilipat dulu dari luar
2.lampu masih menyala
3.ttp dinaikin pic.twitter.com/8wxqes6HeX— WASTED YOUTH (@aik_deathripper) June 11, 2020
Sepeda lipat menjadi gaya hidup. Tapi apa artinya gaya tanpa adab?
2 Comments
ada pepatah jalanan di Berlin, “neli lah sepeda seharga kamu rela kehilangannya” walau tentu saja, namanya ilang juga ga akan rela, sih
Kayak di Belanda ya?