Kadang jendela, sekecil apa pun, adalah suatu kemewahan. Tak setiap orang bisa memiliki. Bahkan di kamar pondokan dan kontrakan.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Pot bunga di jendela menghadap lorong, Rumah Hijau, Jatirahayu, Pondokmelati, Bekasi

Nggak betah aku dalam ruang tanpa jendela, katanya. Maka lelaki itu keluar dari pondokan yang baru dia huni sebulan.

Nggak betah aku dalam ruang kerja tanpa jendela, keluh lelaki yang sama, belasan tahun silam, setelah ruang kerjanya tergusur jadi ruang rapat kantor tetangga di lantai yang sama.

Sesempit apa pun rumah, aku tetep pengin punya jendela, katanya setelah memiliki rumah sendiri. Ada jendela. Menghadap tembok tetangga, disela oleh lorong sempit selebar delapan puluh sentimeter.

Jendela membuatnya lega. Jendela tanpa terali. Yang bisa dia lompati meskipun tak pernah dia lakukan.

Pernah dia merasa sesak napas karena mendapatkan kamar tanpa jendela di sebuah hotel kecil di Panakukkang, Makassar. Hanya merasa. Padahal kalau AC menyala dia bisa bernapas, tak gerah pula, namun dia memilih membuka sedikit pintu kamar.

Kadang jendela, sekecil apa pun, adalah suatu kemewahan. Tak setiap orang bisa memiliki. Bahkan di kamar pondokan dan kontrakan.