↻ Lama baca 2 menit ↬

(seorang) (anggota) satpam dalam berita koran tempo

ALANGKAH RUMITNYA BAHASA INDONESIA! | Berita Koran Tempo setelah tahun baru ini menyebut jelas: “seorang anggota satuan pengamanan“. Dalam bahasa lisan sehari-hari sih kita cukup menyebutnya “satpam”. Si penutur maupun  pendengarnya sama-sama paham konteks: ini soal anggota, bukan korps. Jumlah “satpam”-nya itu satu atau 121 bisa digali dari tuturan.

Ada apa dengan bahasa Indonesia? Tidak ada apa-apa. Kita selalu menggunakannya, saat ngobrol maupun ngeblog, dan nyatanya baik-baik saja. Jika seorang ibu dengan bangga mengatakan “Menantu saya itu polisi” kita tak perlu berpikir keras maupun lembek bahwa putrinya ibu itu (maksud saya dalam hal ini jumlah putrinya satu) bersuamikan semua pria anggota Polri.

Kebetulan suami (nya) ibu itu seorang anggota satpam. Jika ada yang bilang “Satpam sini punya mantu polisi” kita tak perlu membayangkan korps satpam di perusahaan itu (entah berapa anggotanya) bermenantukan korps polisi — entah ada berapa ribu pria, dari bhayangkara dua sampai jenderal, yang jadi menantu Pak Satpamwan. Kita hanya berharap tak ada poliandri maupun poligami. Satu lawan satu, eh satu dapat satu.

Oh, apa tadi? “Satpamwan”? Beberapa kali menggunakan kata itu dalam tulisan untuk meringkas kata “anggota satpam”.

Saya juga menggunakan “polisiwan” dengan maksud meringkas kata. Polisi itu lembaga, bukan orang. Ada police dan policeman, bukan? Lantas “kepolisian” itu apa? Menurut Pasal 1  ayat 1 UU Kepolisian (UU No. 2/2002),

“Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”

Lalu Pasal 1 ayat 2 menjelaskan,

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia”

Nah, sudah jelas sekarang. Maka penyebutan seorang (atau 100) anggota Polri, atau anggota polisi, sudah menjelaskan bahwa itu tak menyebut keseluruhan korps. Artinya tak perlu menggunakan kata “oknum”. Kalau hanya “polisi”, apalagi “Polri”, itu jelas mengenai siapa pun yang anggota Polri — termasuk polwan-polwan cantik itu.

Apa? Polwan? “Polisi wanita” atau “wanita polisi”? Apakah “polisi wanita”  itu sebangsa polisi (khusus) kehutanan dan polisi (khusus) kereta api? Artinya polisi yang membidangi hal khusus yakni wanita? Anggota polisinya boleh wanita, boleh pria?

Satu paragraf di atas, yang berisi enam pertanyaan, sudah menjelaskan bahwa saya tak paham bahasa Indonesia. Benak saya masih tergambari “pelukis wanita” dan “wanita pelukis”. Pelukis wanita itu bisa pria bisa perempuan. Kalau wanita pelukis sudah pasti perempuan.

Tiba-tiba saya teringat “wanita pengusaha” dan “pengusaha wanita”. Untuk yang kedua, itu termasuk kejahatan memperdagangkan manusia.

Kalau saya sebagai pemilik blog ini memiliki staf pasti saya akan menanyakan perihal bahasa kepara dia/mereka. Staf atau anggota staf (staff member)? Halah. Ora uwis-uwis. Tak kunjung usai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *