↻ Lama baca < 1 menit ↬

Masihkah menarik bagi pengunjung setiap kali jam itu bernyanyi dan mengeluarkan sejumlah boneka pemusik? Tampaknya tidak, apalagi bila dibandingkan tahun 1996-97 saat Plaza Senayan, Jakarta, masih baru. Saat itu, sepuluh menit menjelang, katakanlah, pukul 12.00 banyak orang berkerumun di samping pagar untuk menikmati atraksi jam. Kalau soal manusia cenderung mudah bosan, itu biasa. Tapi masih ada artinyakah setiap dentang berupa lagu itu bagi pendengarnya seperti orang mendengar lonceng gereja dan beduk (kemudian azan lewat spiker)? Lebih jauh lagi: dulu ketika orang mendengar lagu pembuka Warta Berita RRI? :)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *