↻ Lama baca < 1 menit ↬

RANJAU TROTOAR DAN KENYAMANAN PEJALAN KAKI.

Saya tahu Anda bosan membaca tulisan tentang kota di blog ini. Maka fungsi komentar pun akan saya matikan, namun sayang kalau itu saya lakukan akan membuat layout blog ini jadi berantakan.

Jadi? Silakan baca kalau Anda masih bersedia membuang waktu dan saya berterima kasih untuk itu.

Kalaupun Anda sudah muak membaca topik yang itu-itu terus, cukup Anda lihat sekilas foto ilustrasi yang masih fresh, yang saya dapatkan malam ini tanpa sengaja, ketika saya tadi sedang berjalan kaki dua kali satu kilometer di Jakarta Selatan.

Lho, masih baca? Terima kasih, padahal Anda sudah bosan, dan saya sendiri pun sempat bosan juga kalau terus-terusan menyoroti soal kenyamanan dan keselamatan pejalan kaki.

Tentang para tuan penguasa kota, tak hanya Jakarta, tentu saja mereka tak pernah bosan. Kenapa? Mereka tidak pernah — dan tidak perlu — membaca blog ini.

Maka izinkanlah saya mengarang jawaban para tuan kota, tak hanya dari Jakarta. Silakan baca kalau Anda masih tahan.

“Apa, Bung? Tentang trotoar? Jangan rewel. Masih mending trotoar tidak kami habisin.

“Eh, Bung jalan kaki ya? Nggak usah sok nyentrik. Ini zaman modern, sarana transportasi bermesin tersedia. Ngapain juga berlagak menjadi warga kota negeri maju? Realistis dong. Kalo pengin menghuni kota yang nyaman, ya sana pindah aja ke luar negeri.

“Trotoar gelap, lantas ketika ada mobil lewat maka si pejalan jadi silau sehingga nggak melihat ranjau trotoar? Ya salah sendiri kenapa matanya nggak awas. Makanya Bung cepetan nambah polis asuransi. Gimana kalo ada pengendara sepeda atau sepeda motor terpelanting ke trotoar? Salah sendiri kenapa naik roda dua. Salah sendiri kenapa nggak pakai baju zirah.

“Sori, Bung. Ini bukannya sengak atau sengik, tapi terus terang saja urusan trotoar ini soal sepele. Lagian kami ini kan nggak pernah jalan kaki. Sori, lho. Belajarlah untuk semakin tawakal dan nggak riwil.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *