↻ Lama baca 2 menit ↬

COBALAH MEMBUKA JENDELA SAAT MEMINTA JALAN…

jaca film eh film kaca dalam kehidupan kita

Kemarin kawan saya meminta pegawainya beli silet. “Buat melubangi kaca film mobil sewaan,” katanya. Yang dia maksud adalah fim kaca (glass film). Kenapa dilubangi? “Terlalu gelap. Nggak bisa liat spion. Kalo ganti film aku ndak mau wong itu mobil sewaan.”

Huh! Film yang terlalu gelap. Memang merepotkan.

Ada seorang suami yang membelikan mobil bekas untuk istrinya. Film kaca terlalu gelap. Ketika dipakai menyetir malam, tiang setinggi pinggang orang di pengkolan pun tak tampak. Apalagi sepeda motor tak berlampu yang ada di samping mobil.

Solusinya: film lama dilepas, diganti yang baru. Cukup Llumar yang ekonomis. Untuk kaca samping dan belakang cukup 40 persen, untuk depan cukup 20 persen.

Film kaca memang menjadi kebutuhan karena Matahari sering kelewat terik. Panas dan radiasi harus dikurangi. Celakanya toko film kaca tampaknya jarang mengedukasi konsumen. Segelap apapun dituruti. Hasilnya ya kaca gelap 80 persen seperti mobil sewaan dan mobil nyonya tadi.

Memang sih ada film bagus yang tak terlalu gelap (atau tak terlalu menyilaukan) tetapi bisa membuang panas dan radiasi ini-itu. Sayang harganya kurang bersobat.

Betulkah hanya panas yang ingin dibuang? Tampaknya tidak. Bergelap kaca dianggap keren. Lebih menjamin privasi. Diharapkan lebih aman saat melintasi perempatan yang banyak penjahat. Lebih mengoptimalkan aircon.

Hanya saja secara sosial kaca gelap itu mengganggu. Tanpa membuka kaca, angguk dan lambaian penumpang sebagai pengganti tegur sapa takkan terlihat oleh tetangga.

Kaca gelap juga menjadikan si mobil kurang berwajah. Beberapa kali percobaan, dengan berlainan pengemudi dan berlainan mobil, menunjukkan bahwa membuka kaca saat meminta jalan akan lebih mengundang respon positif. Apalagi jika pengemudinya wanita layak pandang. Atau pengemudinya bertampang tentara, atau berwajah komandan satgas partai, atau benggolan komunitas blogger garang.

Komunikasi tatap muka, meski berjauhan dan tak kenal, butuh wajah.

Satpamwan tak suka jika harus sering mencurengkan wajah dengan harapan matanya akan menembus gelap (atau silau) kaca.

Mbak-mbak dan enci-enci yang menjajakan diri di Jalan Hayam Wuruk Jakarta juga kurang suka jika mobil pelan tak membuka kaca. Oh ralat, yang ini beda alasannya. Tak membuka kaca berarti kurang serius. Cuma sightseeing saja.

Kemudian yang berlaku adalah ini: orang-orang di luar mobil sudah sejak lama menerapkan etiketnya sendiri. Kalau pegemudi dan penumpang mobil dan bahasa tubuhnya tak terlihat maka yang di luar cenderung cuek saja.

© Gambar asli sumber ilustrasi: pagesperso-orange.fr dan vkool-indonesia.com

Bonus: cara pasang film kaca

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *