↻ Lama baca < 1 menit ↬

INGIN MURAH TAPI NYAMAN, SALAHKAH?

Mungkin cuma gegayaan. Tapi bagi saya, gaya beberapa mobil angkot yang menaruh roda cadangan di luar itu bagus. Lebih fungsional.

Lho, bukannya bongkar pasang roda tak membutuhkan bantuan penumpang?

Benar. Tapi yang sering terjadi, sopir angkot tak ada waktu untuk membungkuk, apalagi ndlosor, demi mengembalikan ban (dan velg) ke tempat semula, yang menggantung di bagian bawah bodi.

Kadang ban itu ditaruh di atas lantai “kabin” penumpang. Kurang ajar juga, tak jarang roda cadangan itu ditaruh di lantai “kokpit”, malah ada yang berdesakan dengan subwoofer segala.

Akibatnya penumpang harus menaikkan kakinya. Akan lebih merepotkan bagi perempuan penumpang, apalagi kalau memakai rok.

Pernah gara-gara mengangkat kaki, agar bisa menumpangkannya di atas ban yang ditidurkan di atas dek, saku celana saya terkuak. Ponsel jatuh. Saya menyadarinya setiba di rumah.

Saya tak habis pikir kenapa para pengurus koperasi angkot tak memesan dudukan roda cadangan ke karoseri. Bukankah itu, mestinya, bisa menjadi bagian dari paket kredit kendaraan?

Ah, entahlah. Jangankan angkot berupa mikrobus. Toyota Kijang yang mengalami sekian regenerasi saja, dari model kotak kaku hingga munculnya Innova, masih senang merepotkan pemakainya saat mengganti ban. Juga merepotkan saat mencuci kolong mobil.

Memang sih sempat ada beberapa seri bodi yang menempatkan ban di belakang. Terutama Kijang lama yang engsel pintunya di samping.

Lha memangnya Kijang dengan pintu hidrolis berengsel atas itu harus diganduli roda cadangan?

Wah itu urusannya ahli. Beberapa tahun lalu saya pernah melihat mobil konsep (SUV Volvo, kalau taks salah), yang menempatkan ban cadangan dalam laci. Pintu laci ada di bemper belakang.

Cara tengah, tapi masih agak merepotkan, ya seperti yang dilakukan beberapa SUV. Ban di luar (kolong) tapi bisa dikerek dari dalam.

Tapi ehm, jika bicara angkot, tanggapan menjengkelkan kadang justru datang kalangan itu sendiri. “Bayar murah maunya nyaman,” kata Bang Sopir. Tega nian.

Di negeri beradab, rakyat bayar murah tapi mendapatkan layanan yang genah.

© Foto: Dayinta Sekar Pinasthika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *