LAGI: MASIHKAH ANDA MEMAKAI JASA POS?
Terulang lagi. Kuesioner, si kue buat si oner, itu urung saya kirim, tetap di laci. Kertas terlipat bebas prangko itu tidak saya masukkan ransel supaya (niat saya) selalu terlihat, lantas terangkut, dan akhirnya terposkan.
Tapi begitulah. Rute saya tak melewati bus surat atau brievenbus menurut istilah generasi bapak saya. Seingat saya, rute saya juga tak melewati kantor pos.
Apakah ini hanya kemalasan? Tentu. Kalau sedang naik angkutan umum, saya juga malas turun hanya untuk mengeposkan. Ketika membonceng ojek, ternyata tak ada melewati titik pengeposan.
Kenapa tak menitipkan ke orang lain? Oh saya sedang bercerita tentang pos-posan secara individual, langsung, tanpa suruhan. Hasilnya ya cuma pengulangan: batal mengirim.
Angket, survei, atau sejenisnya, yang ada di internet — kalau cocok — kadang saya ikuti. Tak apa tanpa iming-iming hadiah, yang penting memberikan suara, tahap demi tahap. Internet lebih pintar. Kalau ada pertanyaan terlewati maka dia tak mau ke tahap selanjutnya.
Tapi untuk yang via pos, terutama dari media cetak, selalu batal kirim. Tak ada titik yang memudahkan saya. Depo benda pos pun kian jarang. Lebih mudah mencari warnet dan kios pulsa.
Saya kurang tahu, manakah yang lebih menarik orang: mengirimkan kartupos TTS dan kuis berprangko atau mengirimkan jawaban kuesioner yang bebas prangko.
Kantor pos kita mungkin akan segera menjadi museum, apalagi jika jasa kurir diberi keleluasaan lebih. Untuk tabungan eceran, sudah lama orang kembali ke bank padahal saat itu kantor pos masih mengibarkan jasa giro.
Untunglah belakangan kantor pos memperbaiki diri. Kurirnya bisa menjemput antaran — sesuai syarat dan ketentuan. Loketnya bisa melayani tabungan syariah dan bahkan cicilan utang. Sayang signage yang serbaoranye, di Jakarta, sudah dioper oleh kantor kelurahan.
Tapi ATM, internet, dan mobile banking menawarkan lebih banyak kemudahan. Makin lunturlah impian saya agar PT Pos Indonesia punya tim balap sepeda, ikut Tour de France, kayak Dinas Pos Amrik. Terbayang, kapankah Pos Indonesia akan sesakti PTT Belanda dalam berbisnis.
Kiriman: 5.039 Kotak Pos