↻ Lama baca 2 menit ↬

POTRET MANUSIA URBAN MEDIOKER DARI “BENI DAN MAIS”.

buku lagak jakarta: 100 tokoh oleh benny & mice

Manakah yang lucu dari orang-orang Jakarta: kelas menengah-atas atau kelas bawah? Masing-masing punya kelucuan. Tentu, itu bergantung pada posisi kita dan sudut pandang kita.

Dasar manusia — ya, kita semua! — suka bergunjing, maka apa yang menyangkut “keanehan” orang lain, padahal tak merugikan, akan dijadikan bahan tertawaan.

Karena sirik tanda tak mampu, maka orang lain punya kamera bagus tapi tak bisa memotret akan kita tertawakan. Orang lain punya ponsel mewah tapi hemat pulsa akan kita lecehkan. Teman beli MacBook Air tapi cuma buat gegayaan akan kita anggap norak.

kere gaul jakartaDi sisi lain, kelompok yang berduit dan merasa hepi dengan pola konsumsinya, sebagai bentuk mensyukuri kehidupan, itu akan takjub dan geli melihat pola konsumsi orang lain yang “kesannya maksa”.

Misalnya? Datang ke spa ecek-ecek padahal cuma salon kelas ruko dengan pegawai berseragam. Juga: beli Cartier palsu, Luis Vuitton palsu, DVD bajakan, CD kompilasi MP3 Rp 10.000-an. Atau maksimal beli barang-barang bermerek setelah great sale padahal sudah ketinggalan zaman (baca: ketinggalan semusim versi Barat). Bisa juga beli barang bekas, misalnya velg yang refurbished.

buku lagak jakarta 100 tokoh benny & miceDalam kepala orang mapan makmur, para peniru gaya itu adalah orang kaum snobbish sejati. Cuma tahu merek tapi miskin apresiasi terhadap filosofi produk, bahkan cara melafalkan merek asing pun salah melulu, sampai-sampai nama Italia dilafalkan secara sok Prancis karena dikiranya semua produk fashion dari Paris.

Dengan ilustrasi nyinyir (dan fiktif) saya tadi, di manakah posisi serial ledekan Benny dan Mice ini?

lagak jakarta 100 tokoh benny & miceDi tengah tapi berat ke bawah. Sama seperti mayoritas kita, yaitu Anda dan saya: medioker. Kelas lower-middle yang sok, tapi merasa bijak dengan menertawakan diri sendiri dan terutama orang lain yang selevel.

Kaum medioker ini, termasuk saya, adalah kelas tanggung yang duitnya cekak tapi merasa pengetahuan umum tentang dunia konsumsi agak relatif mendingan sedikit (padahal hanya sebagai penonton dan pengunyah iklan).

Jadi, buku Benny dan Mice — terutama yang terakhir: 100 “Tokoh” yang Mewarnai Jakarta — itu jahat, karena hanya meledek orang dari sisi apa yang kita yakini sebagai “kejanggalan”, padahal kita tak dirugikan?

Justru tidak. Sama sekali tidak.

pin benny & miceKalau pun ada “pendekatan jahat”, anggap saja itu kejahatan mereka berdua.

Mereka jahat karena memindahkan gumam dan batin kita, juga rasan-rasan kita dalam obrolan ngopi, blog, dan internet messenger.

Mereka berdua jadi ember sekaligus bemper, dan kita boleh merasa aman karena tak akan dianggap sebagai peleceh sesama — padahal kejatan kita lebih banyak, lebih dari ngerasani 100 “tokoh”.

benny & mice @ kompas minggu 9 maret 08Bagi saya, karya mereka selama ini — dari yang lama, di Kompas, sampai yang baru — adalah sebuah dokumen sosiologis masyarakat urban Indonesia. Potret sosial kita, pada suatu masa, terekam secara karikatural di sana.

Tiga puluh tahun mendatang, karya mereka akan menjadi rujukan untuk menengok masa lalu Indonesia tercinta yang sontoloyo tapi ngangeni ini.

Akan basi kalau kita hanya melihat serial komik mereka dengan berkomentar sopan, “Gaya penggambaran mengingatkan kita kepada Lat dengan karakterisasi yang burook, dan pemotretan sosialnya mengingatkan kita pada serial Sarong Party Girl dari Singapura.”

Mereka berdua unik sekaligus mengesalkan. Bukan tidak mungkin yang masuk ke dalam 100 “tokoh” itu juga kita — selain, tentu, mereka sendiri. Bravo!

JUDUL: 100 “Tokoh” yang Mewarnai Jakarta • PENULIS & ILUSTRATOR: Benny Rachmadi & Muhammad “Mice” Misrad • PENERBIT: Kepustakaan Populer Gramedia (Jakarta, Januari 2008) • UKURAN: 17,5 cm x 22 cm • TEBAL: 160 halaman • HARGA: ini dibelikan oleh Miss Mbak Mpokb! Terima kasih banyak…

Bonus:
+ Snobisme Duo Kenthir
+ Hiperlucu yang Aneh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *