Di kawasan bisnis elitis Jakarta pun ada gerobak kayuh penjual wedang jahe dan ibu rebus. Bukan untuk para ekspat dan diplomat.
↻ Lama baca 2 menit ↬

SORE SETELAH HUJAN USAI, DATANGLAH AIR JAHE.

Gerobak sepeda wedang jahe di mega kuningan Jakarta

Mega Kuningan di Jakarta adalah kawasan yang sejak awal diniatkan sebagai ruang yang modern dan bergengsi. Keamanan dan kebersihan akan sebisanya dijaga. Penyapu jalan terus bertugas, itulah mungkin penyebab kotak sampah jarang kita jumpai di trotoar, tapi kita jadi bingung ketika akan membuang puntung rokok dan bungkus permen.

Mega Kuningan di Jakarta. Saya tak tahu berapa jumlah menara di sana sekarang. Ada satu-dua menara yang mengabaikan mata pelintas, tak memasang signage di pagar halaman, sehingga orang bisa tersesat — tapi tulisan besar ada di atap, hanya terlihat dari central business district lain, sehingga orang harus mendongak.

Mega Kuningan di Jakarta. Mewah, modern, bergengsi. Pernah, dulu, suatu hari saya menjalani sebuah peran di sebuah kantor bukan menara, berada di kompleks taman, dengan interior cantik ala kafe. Peran saya adalah pemberi dan pengawas tugas, boleh marah dan menghukum, dengan sejumlah aktor yang berperan sebagai anak buah; aktor-aktor yang belajar psikologi itu — yang berbaju rapi tapi harus meladeni orang-orang berpakaian sembarangan bahkan cuma bersandal karena menganggap bisnis adalah sanggar seni. Sebagian proses direkam oleh kamera “tersembunyi” untuk serangkaian evaluasi.

Gerobak sepeda wedang jahe di mega kuningan Jakarta

Mega Kuningan di Jakarta. Tempat pekerjan rapi wangi dan juragan menggerakkan mesin ekonomi. Wajar bila di sana banyak tempat bersantap dan ngopi yang nyaman dan nyam-nyam, termasuk supermarket premium yang hanya menyediakan bebuahan dan jajanan, bahkan pagi pun sudah buka meladeni sarapan.

Mega Kuningan di Jakarta. Itu bukan untuk saya. Juga bukan untuk sebagian pekerja di sana. Warung di bawah pohon, seberang Mal Ambassador, bukanlah bagian dari business luncheon. Maka pada jam makan siang tak sedikit orang berpakaian bagus tapi hanya bersandal, membeli makanan untuk dibawa ke kantor yang mentereng.

Mega Kuningan di Jakarta, memang ruang nafkah bagi banyak orang, dari yang mengonsumsi BBM tanpa subsidi untuk kereta di atas 2.000 cc sampai mereka yang harus mengantre minyak tanah. Akan aneh jika status dan penampilan dihubungkan dengan kebiasaan mengudap. Maka paragraf di atas menjadi kurang relevan, terlalu memaksakan. ;)

Mega Kuningan di Jakarta, pada suatu sore setelah hujan. Kudapan murah meriah melintas pelan, terangkut dalam gerobak mirik becak beroda tiga. Dengan lima ribu rupiah bisa kita dapatkan wedang jahe dan kacang rebus, lebih murah daripada secangkir kopi di Bellagio apalagi Ritz Carlton.

Gerobak sepeda wedang jahe di mega kuningan Jakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *