↻ Lama baca 2 menit ↬

YA TETAP HARUS BEKERJA — DAN (MUNGKIN) NGEBLOG.

kamarku dulu

Tadi malam saya tertidur pulas. Lalu gaduh suara peletup kembang api membangunkan saya. Ibu saya masuk kamar. Ternyata pukul 00 kurang sedikit. Oh, tahun baru.

Haruskah dirayakan? Haruskah ada seremoni kecil? Haruskah dimulai dengan sebuah komitmen pribadi melalui sebuah resolusi?

Pertanyaan “haruskah” itu bisa menjengkelkan. Bahkan terkesan mengada-ada. Tahun ini, di Yogya, tidak ada lagi kebaktian kecil bersama keluarga. Ya cukup doa saat makan malam di waktu petang.

Setelah itu masing-masing punya acara sendiri. Termasuk saya yang memilih tidur ketimbang nonton TV. Sementara istri saya ngobrol dengan sanak.

Meskipun begitu sejujurnya saja saya masih terbingkai oleh kelaziman: menempatkan tahun baru sebagai sesuatu yang baru.

Maka saya pun sempat terilusi tentang peluang yang lebih bagus, memimpikan ini dan itu yang abstrak tapi intinya lebih baik untuk semua orang; bahkan hal tertentu secara optimistis saya lontarkan dalam ucapan selamat via SMS maupun e-mail.

Tapi betulkah saya berharap banyak tentang hal yang lebih baik atas nama tahun baru, bahkan meyakininya, dari tahun ke tahun? Atau ditambah juga dari ultah ke ultah?

Saya becermin, mencoba jujur.

Ternyata jawabannya tidak. Mungkin itu seiring perjalanan usia. Mungkin juga karena saya tidak mendekam kesepian dalam penjara.

Banyak hal saya lakukan karena sreg. Tak jarang karena impuls — maklumlah saya memang rada impulsif. Juga banyak hal tidak yang saya lakukan, padahal orang lain melakukan, karena saya sedang asyik dengan diri sendiri.

Hanya pergantian tanggal dan bulan dan tahun. Niat baru, semangat baru, komitmen baru, gombal-gambul baru, seringkali justru muncul tanpa hirau kalender. Memang sih, jika bertaut dengan pelaksanaan yang melibatkan orang lain, maka tak mau harus ada jadwal. Apa boleh bikin.

Misalkan saya hidup sendiri di hutan, mau tak mau toh harus tetap sadar waktu. Minimal membedakan siang dan malam dan mencoba menyiasatinya agar tak dikerkah harimau.

Selebihnya, di kota atau di hutan, di dalam maupun luar kamar, dengan atau tanpa kalender versi mana pun, pakai seremoni atau dibiarkan mengalir, adalah kerja, kerja, dan kerja. Baik demi nafkah maupun niat hati. Tidak sepenuhnya gagah. Juga tidak sepenuhnya patut dikasihani. Bukan begitu bukan, kan?

kamarku dulu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *