Menyusupi Celah

▒ Lama baca < 1 menit

SENI BANGUNAN GAYA METROPOLITAN.

mangga dua square

Menurut kesan saya, lahan untuk Mangga Dua Square, Jakarta Pusat, itu cukup luas. Tersedia cukup tempat parkir dan pelataran. Bahkan jalan di dalam kompleks, yang tak searah, pun bisa dipapasi dua bus.

Lantas kenapa emper rukannya sempit? Tak mungkin kalau tujuannya untuk menghalau pedagang kaki lima karena begitu mereka menggelar dagangan pasti akan dihalau.

mangga dua squareSaya tak bawa meteran. Juga tak ingat patokan angka anak-beranak Neufert.

Yang saya rasakan dan buktikan, tiang-tiang beton itu memakan ruang pejalan. Emper membikin canggung saat berpapasan. Celah di antara kolom tak memungkinkan untuk berpapasan, kecuali orang sudi untuk saling gesek dan tempel. Padahal kolom ada setiap (sekitar) lima meter.

Baiklah, blog ini kadung dibilang banyak mengeluh. Maka di sini saya akan memuji. Si perancang (maksud saya ya aristek) dan pemilik bangunan pastilah penganut antropometri yang memuliakan tubuh superlangsing. Padahal langsing, kalau menyangkut wanita di mata pria, kabarnya banyak yang suka.

Jika pengelola area publik memuliakan si superlangsing (jangan katakan kerempeng!), maka itu bukanlah diskriminasi maupun pendiktean standar keelokan. Itu semata selera. Buktinya orang berbadan lebar tak dilarang masuk. Ya kan, Bos?

mangga dua square

Atau jangan-jangan si arsitek dan pembangun properti membayangkan kawasan usaha ini sebagai arena bermain anak-anak TK (yang tidak tambun), agar bocah-bocah itu terasah indera bisnisnya? Jika ya, alangkah mulianya.

Tinggalkan Balasan