↻ Lama baca 2 menit ↬

SI BURUK RUPA BISA BERUNTUNG.

iklan lowongan

Iklan lowongan di halaman Klasika Kompas Sabtu kemarin itu unik. Setidaknya di mata saya. Memang diolah nggrafis banget, tapi gaya personal coretan cakar ayam, bukan dari sebuah font tulisan tangan, menjadikannya berbeda.

Maka secara tanpa semena-mena (artinya ya sewenang-wenang), karena tak menanya si pemasang iklan, izinkanlah saya membuat tafsir gombal. Iklan ini kayaknya sengaja memamerkan kejelekan diri untuk menantang ego pelamar yang merasa menguasai pemasaran dan desain komunikasi visual.

Bagaimana kalau kesimpulan saya ternyata meleset? Mmhhhh… saya ganti cerita saja ya. Masih soal sok jelek dan menjelekkan. Sok jelek, itu bawaan si empunya karya. Menjelekkan, itu penghakiman oleh orang lain.

Begini ceritanya. Di Negeri Belanda ada majalah komputer yang meroket karena memang isinya untuk orang awam. Termasuk di antara awam itu adalah para karyawan biasa, tukang ledeng, ibu rumah tangga, dan pensiunan.

Keseharian mereka, pun dalam pekerjaan, tak banyak berurusan dengan unsur fun dalam komputer. Bahkan tak sedikit yang memakai komputer setelah dewasa pada awal tahun 2000. Keberhasilan majalah ini ditularkan ke Inggris dan negeri Eropa lainnya, bahkan sampai ada edisi Malaysia dan Singapura segala.

Suatu kali, si majalah Belanda bikin kontes desain buletin yang dikerjakan dengan Microsoft Word. Katanya sih banyak yang memasukkan karya.

Lantas siapa yang menang? Justru yang terjelek.

Si terburuk ini bukannya terpuruk, tapi malah diundang ke kantor redaksi, di sebuah markas penerbitan di Haarlem yang menelurkan 150-an majalah (dari majalah anak sampai Playboy). Selain dapat hadiah dari sponsor, si terburuk akan mendapatkan pelatihan bikin buletin yang bagus untuk komunitasnya.

Saya tak tahu apakah ide ini bisa diterapkan di Indonesia. Menobatkan seseorang atau kelompok sebagai yang terjelek bisa mengundang parang dan kemudian perang.

Dulu, awal 90-an, ketika marak buku for Dummies, dan kemudian for Idiots, saya nggak yakin bakal laku di Indonesia. Memang kemudian muncul versi alih bahasa, tapi judulnya tetap. Sekarang ini lebih sopan bikin serial “untuk pemula” daripada bikin buku “Ngeblog untuk Orang Bego”, “Fotografi Digital buat Orang Tolol”, atau “Linux untuk Telmi”.

Tapi, ya tapi, belum dicoba kan? Siapa tahu masyarakat kita sudah berubah, tak gampang tersinggung dibilang kurang cerdas. Kalau saya sih memang punya inteligensia cekak, jadi kenapa harus tersinggung? Sudah pasrah saya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *