KITA SEBAL TAPI BUTUH, LANTAS MENGELUH.
Bertambah lagi ruas jalan tol. Semoga perjalanan lancar jaya. Tarif bakalan naik, itu hukum dagang. Kalau tak suka silakan memutar lewat jalan biasa. Kalau sudah bayar tapi tetap terjebak kemacetan, itu risiko. Anggap saja perjudian.
Jalan tol adalah jalan yang hanya boleh dilalui dengan membayar. Itulah arti resminya. Bahwa guru-guru SD dalam PR-nya mengartikannya sebagai jalan bebas hambatan, itu karena mereka merujuk janji yang salah kaprah.
RAMBU SEHARI. | Ini sesuai standar jalan tol, dari bahan pelapis reflektif sekelas 3M-Scotchlite sampai ke tipografinya yang menggunakan font Interstate. Isinya: petunjuk le lokasi peresmian Ruas E1 Seksi IV JORR (Jakarta Outer Ring Road), Selasa 28/08/07.
Jika seorang editor harus bersitegang dengan sejawatnya karena korannya akan menggunakan “tol” saja, dan bukan “jalan tol”, dengan alasan “tol” dan “jalan tol” itu sama (padahal “tol” berarti biaya), ah… cuekin aja. Tak sedikit pekerja media yang buruk bahasanya. Sejak TK mereka mendapat pelajaran yang kacau.
Untuk siapakah jalan tol? Ini pertanyaan dogol.
Jalan tol untuk pengendara yang ingin kenyang melaju dari ujung ke ujung, kalau perlu berputar lima kali atas nama test drive dengan rute Cawang-Priok-Pluit-Grogol-Cawang.
Kalau penumpang angkutan umum akhirnya harus (di)turun(kan) di jalan tol, itu bukanlah ketidakadilan melainkan salah sendiri kenapa tak naik mobil pribadi sehingga kudu sering uji nyali.
Oh, pintu keluar-masuk jalan tol harus disesuaikan dengan perencanaan wilayah termasuk sistem lalu-lintasnya dong?
Jangan mengada-ada. Lakukanlah apa yang menjadi tugasmu, jangan pikirkan soal yang bukan bagianmu. Itulah “inti daripada yang mana adalah merupakan manajemen nasional”. Jalan tol adalah satu hal, dan tata kota adalah hal lain.
Kalau Anda ada duit, bergabunglah ke konsorsium pemegang konsesi jalan tol. Build, operate, transfer, asyik. Pemain baru berdatangan, termasuk ehm… dari kelompok pabrik kata. :) Sayang saya tak ada duit.
ABAIKAN SAJA. | Lajur khusus truk dan bus hanya pelengkap, untuk pemantas supaya layak disebut sebagai jalan tol.
Soal lain? Kecepatan minimum di jalan tol tertentu adalah 60 km/jam. Kenapa truk yang melaju di bawah itu, di jalur tengah dan bahkan kanan, dibiarkan padahal bikin macet? Lagi-lagi ini pertanyaan dogol.
Jalan tol dibangun untuk memperlancar roda perekonomian. Kalau truk tak boleh overload, dan hanya diizinkan melintasi pukul 22.00 sampai 03.45, itu namanya biaya tinggi. Ingat, tak semua gudang buka malam hari. Terminal peti kemas sebaiknya tidak lengang pada siang hari.
Bagaimana jika koefisien tarif ditata ulang, sehingga truk membayar sepuluh kali sedan? Ini usul dari orang yang demen ekonomi biaya bengkak. Mestinya justru Porsche atau Ferrari yang membayar lebih gede. Mesin segajah cuma mengangkut seorang. Tapi ah… ini pasti pikiran orang sirik.
Lantas apa dong akar masalahnya? Tidak ada masalah kok.
Hanya blogger kurang wawasan yang memimpikan sistem transportasi umum, murah, andal, bersih, dan aman. Orang macam itu menutup mata pada indikator kemakmuran: setiap orang harus punya mobil.
Karena setiap orang diandaikan (bakal) punya mobil maka pembangunan yang Jawa-sentris selalu dahaga akan jalan mulus, dan bahkan inginkan jalan tol antarkota-antarprovinsi untuk mempersatukan Jawa. Daendels adalah guru yang baik.
Bagaimana jika jalur kereta api digarap ulang untuk angkutan orang, ternak, dan terlebih barang? Perluaslah jaringan, tambahkan rel ganda.
Jangan ngaco. Sepur itu mainan rakyat model lama, warisan Belanda, sudah redup — biarin aja tamat — sejak Mitsubishi Colt dan Isuzu Elf (dan kemudian “bus 3/4”) menjadi penghubung antarkecamatan dan antarkabupaten.
Jika truk dari Surabaya ke Jakarta (jangan tanya ke Sumantrah) butuh waktu seminggu, itu adalah romantika perjalanan. Rupiah harus ditebar kepada pemungut liar berbaju resmi. Jembatan ambrol gara-gara truk seperti beberapa tahun silam bukan soal, toh bakal dibangun lagi. Jalan rusak dan mobil lain terhambat, itu merupakan cara berlatih kesabaran.
Jadi, buat apa jalan tol? Jangan banyak bertanya. Bergurulah kepada sopir angkot.