ORANG BARU HARUS DIGOJLOK?
“Besok saya harus bawa apa?” tanya si calon reporter itu setelah diberitahu bahwa dirinya lolos seleksi awal di redaksi, berupa peliputan dan penulisan laporan, sehingga tinggal mengikuti psikotes dan wawancara di HRD.
“Bawa waterpas dan meteran,” kata si pemimpin redaksi kocluk sontoloyo itu.
Hari sudah senja. Artinya malam itu juga, sesampainya di rumah, dia harus mencari alat tukang.
Keesokan harinya terbukti, apa yang dibawa oleh si calon reporter itu tak berguna. Ditanyakan oleh orang HRD pun tidak.
Jika dia keturunan Kapten Francis Haddock pasti akan mengumpat, “Biang panu! Sejuta puting beliung! Trembelane! Munyuk berbulu landak! Kasur busuk penuh ompol! Tomat isi bosokan pace!”
Inisiasi. Keisengan. Keduanya bisa berpadu. Tanpa kekerasan. Penolakan maupun pembangkakangan tak memengaruhi karier, tak berbuah pengucilan. Dalam kasus waterpas, calon lain yang lebih kritis tak mau membawanya. Akal sehat dan intuisinya tahu, keisengan ringan seperti itu boleh diabaikan.
Saya menulis ini sebagai lanjutan kekerasan dalam sekolah dinas. Ada penanggap yang menyodorkan hal lain, tentang penindasan, di sekolah umum. Saya juga tahu, di sekolah khusus cowok maupun cewek inisiasinya kadang kejam.
Setelah dunia sekolah ditinggalkan, dunia kerja kadang meneruskannya. Ada yang berat, ada pula yang sekadar ngerjain untuk hahahihi.
Suatu hari seorang calon karyawan tiba-tiba masuk ke kantor HRD dan membaca puisi. Staf rekrutmen segera paham, pasti ini kiriman orang-orang sinting dari kantor redaksi di gedung lain sejauh delapan kilometer.
Jauh hari sebelumnya, pada suatu Senin, beberapa karyawan baru membawa makanan rantangan. Ada pesan, pada hari tertentu awak redaksi membawa makanan untuk dipertukarkan saat makan siang demi terwujudnya keakraban dan kebersamaan. Sebuah kebohongan yang menjurumuskan. Apalagi dengan pesan, “Harus pakai baju batik.”
Selalu ada keisengan. Tapi pembangkangan tak berbuah kekerasan maupun pengucilan. Maka seorang reporter baru ketika menanya apa tugas awalnya selain meliput dan menulis, jawabannya adalah, “Bikin minum.”
Di beberapa kantor ada tradisi ini: pegawai yang barusan menerima gaji pertama sebagai karyawan tetap harus mentraktir sejawatnya. Jadi berat di ongkos jika para senior itu doyan minum air api. Masih untung si yunior tak diajak ke tempat hiburan dan harus menanggung biaya kesenangan pribadi para senior di bilik khusus.
Boleh tahu, di kantor Anda bagaimana?