↻ Lama baca 2 menit ↬

TAK SEMUA YANG LUCU BIKIN KITA TERBAHAK.

komedi indonesia: singapura, yusril, uang rapelan, zinah

Republik lucu. Republik gombal. Republik mabuk. Republik mimpi. Republik tontonan di TV. Republik obrolan di kedai indomi. Silakan Anda tambahi sendiri. Saya sih cukup menambahkan satu kategori baru dalam blog ini.

Ingat, salah satu manfaat dari pajak yang kita bayar adalah mendapatkan hiburan dari Pemerintah. Bahwa hiburan yang tersaji ternyata salah panggung, mutunya nanggung, walaahh ya gimana lagi.

Bedanya bayar pajak dan beli kacang memang di situ. Pajak tak memberi manfaat langsung pada tingkat pribadi: yang paling banyak bayar pajak tak berarti boleh parkir mobil di tengah jembatan. Sedangkan kacang, itu jelas on demand: kita bisa bilang cuma butuh segenggam, bahkan boleh bilang tak butuh.

Maka inilah tiga dagelan yang masih segar, dengan bintang (tak ada hubungannya dengan nama partai) bernama Yusril.

PERTAMA. Singapura melar, Indonesia menyusut.

Luas daratan Singapura bertambah, semakin menjorok 12 kilometer ke arah Indonesia, sedangkan perairah Indonesia menyusut 6 kilometer.

Singapura menguruk pantai dengan tanah, batu dan pasir yang diambil dari Indonesia. Singapura tak merasa merampok, karena dia beli dari pemasok. Bahwa pemasoknya itu ternyata menadah jarahan lingkungan hidup, itu bukan masalah Singapura. Persis seperti kita beli ponsel BM (black market). End user hanya tahu beli dan bayar.

KEDUA. Yusril vs Ruki.

Mensesneg Yusril Ihza Mahendra membolos dari rapat kabinet supaya bisa mengadukan KPK pimpinan Taufiequrohman Ruki ke KPK. Dia menuding KPK tak transparan dalam tender alat penyadap senilai Rp 34 miliar.

Beberapa hari sebelumnya, Yusril diinterogasi oleh KPK karena semasa dia dulu menjabat Menteri Hukum dan HAM dapartemennya diduga merugikan kas negara Rp 6 miliar dalam pengadaan alat sidik jari senilai Rp 18,45 miliar.

Semua dalih dan dalil hukum Yusril boleh masuk akal, sesuai aturan main, cocok dengan logika yang dipelajari mahasiswa ilmu hukum.

Tapi kesan yang ditangkap masyarakat adalah serangan balik. “Oke, lu boleh nyorot gue, tapi awas ya gue juga punya data soal lu-lu pade,” begitu kira-kira bahasa rakyatnya.

Apa boleh buat, mana yang esensi persoalan, mana yang cuma kesan masyarakat, itu soal perebutan opini publik. Namanya juga perang, bisa belok ke mana-mana. Masing-masing pihak akan mencari jalan selamat, bila perlu menggeser medan pertempuran.

Ada dua kemungkinan: semakain meriah atau melempem. Kalaupun sempat meriah, habis itu juga sepi. Editor dan pembaca sama-sama gampang bosan oleh isu tunggal.

KETIGA. Yusril, uang rapelan, dan zinah.

Bagaimana mengatur pengembalian uang rapelan tunjangan DPRD yang kadung diambil oleh wakil partai di dewan daerah, menurut Yusril adalah dilema hukum.

Alasannya, revisi peraturan tak berlaku surut. Dia menganalogikan soal rapelan dengan perceraian. Misalkan suatu perkawinan 1 Januari 2005 dibatalkan pada 1 Januari 2007, maka berlakunya ya sejak Januari 2007. Kalau berlaku surut, berarti selama 2005 – 2007 terjadi zinah di antara suami-istri.

Boleh juga humor Pak Profesor ini. Pintar memilih tamsil. Maka kita tunggu saja analogi tandingan, dengan hasil rapelan kadung habis.

Saya awam hukum. Saya tak paham klausul “jika di kemudian hari…” dalam setiap keputusan — termasuk keputusan Pak RT — itu mencakup apa saja.

Atas nama daripada yang mana merupakan hiburan demi untuk rakyat, kayaknya bagus juga kalau sejumlah bloggers yang lucu dan kurang kerjaan bikin blog keroyokan bernama komedindonesia.org. Ndoro Bedhes mungkin bisa mengelolanya, karena dia lucu dan kurang kerjaan. Lebih dari itu, peta isu di kepalanya lumayan komplet. Biar lumayan, tapi melebihi rata-rata kita. Setuju?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *