KITA RINDU ORDER DAN RINDU PETUNJUK.
“Apa mereka jadi kaya? Kagak! Kalo gila sih iya,” kata seorang motivator. Dia mengritik eh mengkritik eh mengritisi eh criticized pelatihan untuk pasukan MLM yang hanya memompakan semangat dan semangat melalui serangkaian perangsangan otak.
Hmm mungkin bukan sekadar perbedaan pendapat, melainkan juga persaingan bisnis — tepatnya, menurut Thompson dan juga Thomson, bisnis memotivasi orang. Terserahlah.
Ada banyak buku petunjuk menuju sukses. Begitu pula seminar dan sejenisnya. Yang paling digemari tampaknya yang mengajari orang untuk menjadi kaya secara finansial. Ada sih yang menyertakan anjuran altruistik: kalau Anda kaya maka akan lebih bisa membantu orang lain.
Akal sehat umumnya konsumen mungkin seperti saya. Petunjuk kaya hanya sahih jika diberikan oleh orang yang kaya. Buku di kaki lima yang ditulis oleh entah siapa itu menjadi meragukan karena penulisnya belum dikenal sebagai orang kaya, bahkan penerbitnya pun tampaknya belum kaya oleh buku itu. Atau ukuran kaya menurut kaki lima memang berbeda? Oh iya ya.
Dalam kalimat yang gampang, kalau yang menulis petunjuk itu bekas presiden korup atau taipan sekelas Pak Sudono Salim (karena tenar), maka banyak orang akan sangat percaya. Tapi kepercayaan belum langsung bisa menggerakan orang kan?
Memang, intinya bukan hanya pada petunjuk. Para pemberi petunjuk sukses selalu mensyaratkan satu hal: semuanya bergantung pada setiap pribadi, mau berubah atau tidak — termasuk mengubah cara pandang, cara pikir, dan cara bertindak. Klise, tapi huuuu… tak semua orang bisa.
Tapi yah…. inilah manusia. Kita meledek Harmoko sebagai peminta petunjuk, padahal kita sendiri penggemar petunjuk. Dari petunjuk yang sangat praktis, dibungkus sebagai kumpulan tip berkomputer (huahahahaha!), tip supaya sukses ngeblog (saya sangat salut pada Anda, Bud!), tip menjadi wanita urban, sampai petunjuk mencapai kebeningan spiritual.
Sebagai konsumen, kita membutuhkan manual setiap produk — padahal kadang malas membacanya; sama malasnya dengan membaca tutorial dan help maupun FAQ setiap aplikasi. Kalau terhadap petunjuk berlalu lintas, yang terwakili oleh rambu, mungkin persoalannya bukan kemalasan. :)
Kita butuh petunjuk karena kita mengakui kelemahan kita, sekaligus meyakini kemampuan kita untuk belajar sejumlah hal. Miss Mbak Teteh Mpokb mencerahkan kita: “Manusia punya otak yang hebat, dan strategi pertahanan kita adalah mampu berpikir dengan baik.”
Adakah petunjuk untuk gagal? Mestinya ada. Sayang sekali, sesuatu yang mudah, dan menjadi pengalaman banyak orang, dianggap kurang layak menjadi tujuan. Kegagalan lebih sering menjadi pelajaran dalam rangka daripada yang mana merupakan adalah menuju keberhasilan.
Kalau mau ngawur, anggap saja persoalannya ada pada cara pandang: sukses (apa pun itu) dianggap positif, dan gagal itu negatif.
Maka misalkan ada buku petunjuk menjadi kere, kita hanya memercayainya jika yang bikin memang kere tulen, bukan dari golongan Schumacher — baik Schumacher yang penggagas, Schumacher yang tukang sepatu, maupun Schumacher yang pembalap.
Ini Schumacher-nya wong Jawa: sumaker. Singkatan “sugih macak kere”. Saya mendengar guyon ini dari Raharjo Waluyo Jati tiga pekan lalu selagi ngopi. Kalau sugih macak keren, itu wajar.
Andaikan boleh dan bisa memilih, saya mau jadi orang kaya. Kalau tajir, saya bisa berlagak kismin. Lebih mudah daripada sebaliknya, kan?