↻ Lama baca 2 menit ↬

KADANG KITA TAK TAHU CARA MEMERDEKAKAN DIRI.

Koran Gombal yang asoi dan laris hehehe

Tidak hanya saya. Anda juga. Pernah jenuh dengan segala macam terpaan informasi, tapi pada saat yang lain bisa lapar info karena ingin tahu banyak hal? Saya harap Anda mengangguk. Tapi misalkan Anda menggeleng saya pun tak melihatnya.

Ada saat koran bukan teman menyenangkan, cukup saya baca judulnya saja. Begitu pula majalah dan tabloid. Tapi untuk membaca buku kok rasanya seperti didera oleh teks. E-mail, klinong-klinong blog (blogwalking), dan segala sajian internet lainnya, kadang melelahkan, tak mendatangkan kegirangan. Bahkan milis yang saya bangun pun sempat saya tinggalkan.

Bagi saya, itulah saat yang tepat untuk belajar menggambar — tapi hasilnya mengecewakan. Untung ada hal lain yang menyenangkan: mendengarkan radio — terutama stasiun yang pelit lagu, hanya doyan ngoceh dan ngoceh. Kabar saya petik dari sana. Kadang sepenuh dengar, tapi lebih sering sekilas. Ada satu hal yang saya pelajari lagi: belajar mendengar(kan).

Tempo hari saya menyediakan waktu untuk menjelajahi blog. Ternyata saya pusing. Jumlah blog terus bertambah, seolah berbiak dan berbiak. Benak tua saya tak lagi mampu mengingat nama setiap blogger maupun subdomain di tempat blog mereka dipondokkan (inikah salah satu alasan bloggers memakai domain sendiri?). Niat untuk menabur komentar akhirnya mentok padahal jalannya lempang.

Ketika terpaan media terasa memenatkan, ngobrol dengan orang lain menjadi menyenangkan. Mencoba mendengar, berusaha sabar untuk tak menyanggah tukang bakmi, penjual rokok, satpam, sopir angkot, sopir taksi, tukang parkir, eksekutif gondrong dengan banyak gelang, orang pemasaran, orang-orang yang tak jelas apa dan siapanya, wanita asing yang melontarkan ajakan aneh, bocah yang berkhayal bisa menjadi api…

Hari ini saya menulis lagi di blog ini. Semoga begitu pula untuk anak-anak blog.

Tapi untuk siapa saya menulis? Untuk saya, itu pasti. Menulis untuk Anda, mungkin itu sok-sokan saya saja, padahal yang terjadi saya ingin mendapatkan perhatian dan pengakuan, seolah sedang pidato di depan kerumunan, sambil berharap kerumunan itu tidak sibuk dengan pikiran masing-masing.

Jadi, apa yang mau saya ceritakan? Saya sendiri tidak tahu. Maaf. Tiba-tiba saya merasa sedang belajar menulis di tingkat pemula.

Celakanya, yang saya tulis pun menjadi bagian dari belantara teks yang mengungkung orang lain. Tapi masa iya sih saya harus jadi Tarzan, hidup di tengah hutan? Mungkin lebih enak jadi Pak Tarsan.

Terima kasih, dan terima jadi, atas kunjungan Anda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *