Ternyata sarung sebagai pakaian tidur cuma disukai sembilan persen pria. Yang paling laku (42%) adalah kaus dan celana pendek.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

SARUNG & SARONG: ISIS, LONGGAR, KOTHONGAN…

sarung pria menurut majalah femina

Ternyata sarung sebagai pakaian tidur cuma disukai sembilan persen pria. Yang paling laku (42%) adalah kaus dan celana pendek. Adapun piyama (menurut kamus: “piama”) 30%, dan bokser 19%.

Itulah hasil “jajak pendapat” majalah Femina terhadap 115 pria berusia 23-35 tahun (edisi pekan lalu, #46 / 23-29 November 2006, hal.20). Yah, kita tak usah terlalu serius untuk bicara metodologi, toh penjaringan suara itu hanya untuk fun.

Sejauh saya tahu, memang ada sejumlah pria yang tidak bisa dan tidak terbiasa memakai sarung. Saya termasuk yang terbiasa sejak kecil, tapi tidak bisa mengikatkan sarung dengan benar secara rapi. Di kantor pun kadang saya bersarung (hah!?).

Saya menyukai sarung batik karena mori batik tidak bikin sumuk. Sedangkan sarung tenun yang mengilat, selain sumuk, juga… gampang terurai lipatannya! Riskan.

Pada beberapa keluarga, sarung ayah kadang menjadi obat kangen anak. Padahal kan bau? Atau justru karena bau itu ya?

Sarung itu isis, nyaman dipakai. Makanya seorang androlog pernah menganjurkan pasiennya, yang sudah lama menikah tapi tak kunjung dikaruniai anak, agar selalu bersarung secara “kothongan” (tanpa CD — tapi tak ada hubungannya dengan thong) di rumah. Kok?

Jangan berpikir aneh-aneh dulu. Si pasien (menirukan dokternya) bilang kepada saya, testis sebagai pabrik sperma perlu dimerdekakan agar bibit tak cepat mati. Kabarnya kalau bola itu terus-menerus terbungkus, sehingga menempel ke tubuh, maka akan terhangati berlebihan, akibatnya bibit tak berumur lama.

Akhirnya istri teman saya hamil. Pasangan itu berputra dua. Apa hubungannya dengan sarung kothongan? Entah. Saya jengah untuk bertanya. Setahu saya sih mereka tak mengikuti program bayi tabung.

BTW, kalau sarong party girl (SPG) itu Anda tahu kan? Saya punya tiga buku serial SPG bikinan orang lucu temannya Pakde Totot yang bernama Jim Aitchison. SPG adalah istilah yang pejoratif untuk menyebut cewek Singapura pemburu bule atau angmoh (=”setan merah”?).

Cewek-cewek itu tak bersarung ala pramugari SQ lho. Tapi konon dulu, pada masa kolonial, mereka menghadiri pesta dengan bersarung. Selain eksotis, sarung juga (menurut Aitchison sih) “ready in seconds“.

sexy sarong party girls

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *