↻ Lama baca 2 menit ↬

DESAIN, HAK CIPTA, DAN KENANGAN.

miniatur gerobak baksoAda saja satu-dua hal yang saya ketahui setelah ada masalah. Misalnya ini: miniatur gerobak bakso. Kalau tak salah ingat, saya pernah melihat miniatur itu dijajakan di sebuah mal. Sebuah replika yang komplet karena isi gerobak pun disertakan. Lebih dari itu, miniatur ini sangat Indonesia.

Miniatur gerobak ini jadi masalah hukum, yang berakhir dengan kesepakatan berupa permintaan maaf, yang diumumkan di Kompas 22 November 2006, halaman 28. Maka sebuah soal menghangat di benak saya, tapi bukan hal baru: pembajakan, pemalsuan, peniruan, atau apalah, pokoknya pelanggaran terhadap hak cipta.

iklan permintaan maaf gerobak bakso
Ketika menyangkut karya orang lain, kita cenderung kurang peduli. Tapi jika berkait dengan karya sendiri mungkin kita akan lebih peduli.

Nah, untuk kasus ini saya agak bingung. Maklumlah saya awam hukum. Gerobak bakso yang nyata — bukan miniatur atau replikanya — setahu saya tak punya hak cipta. Mungkin sang pembuat tak mematenkannya.

Maksud saya, gerobak bakso berbeda dari desain mobil yang ada patennya. Tapi saya tak tahu bagaimana prosedur hukum HotWheels, Burago, dan Matchbox dalam berurusan dengan pabrik mobil.

Kembali ke gerobak bakso ya. Saya punya ganjalan hipotetis. Kalau barang aslinya tak berpaten karena tak jelas siapa penciptanya, apakah miniaturnya berhak atas pemilikan sebuah desain industri?

Mungkin persoalannya bukan pada tiruan dari benda nyata atau sekadar benda kecil yang dibentuk oleh imajinasi, melainkan pada benda itu sendiri yang merupakan hasil jerih payah sehingga harus dilindungi. Ekstremnya seperti hak cipta atas foto tentang batu begitulah.

Lantas? Lagi-lagi saya tak paham hukum. Maka saya pun berandai-andai. Misalkan miniatur gerobak itu dibikin oleh orang Amerika, dan dilindungi oleh hukum, lantas diekspor ke Indonesia, apakah barang yang bikinan sini akan dianggap tiruan? Kabarnya hal serupa sudah terjadi pada beberapa desain batik Indonesia dan varietas beras tertentu dari Asia. Desain web, termasuk blog? Didats dan Isnaini bisa bercerita.

Ah, rumit! Lebih saya becerita soal lain. Seingat saya gerobak bakso muncul pada awal tahun 70-an — setidaknya di Salatiga. Saat itu kebanyakan bakso masih dijajakan dengan pikulan. Lalu datanglah inovasi. Seorang penjual bakso dengan merek Midayani menjajakan bakso babat dengan mendorong gerobak dari kampung Klaseman.

Dua tahun kemudian muncul gerobak sejenis, penjajanya anak muda berambut kribo, juga dari Klaseman. Orang-orang menyebutnya bakso kribo.

Terus? Saya terkesan oleh tiga hal. Pertama: ternyata gerobak dengan ban sepeda bisa menggantikan pikulan sehingga tak terlalu berat bagi Pak Bakso. Kalau dinamai “gerobaxo” kayaknya keren. Kedua: rasa bakso Midayani memang enak. Ketiga: babat dan usus dipotong dengan gunting, crikkk, crikkk, crikkk.

Tapi kalau mau nyicipi bakso babat yang enak, ya hanya ada di bakso babat yang dulunya di Tamansari, dan satu lagi yang di sebelah ahli gigi. Hmmm, liburan nanti harus ke sana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *