—
Apakah ibu ini, salah satu orangtua murid SD Islam Terpadu Alizah, Serang, Banten, bersikap congkak — padanan untuk untuk arogan selain angkuh — karena menolak MBG yang diolah oleh dapur sekolah?
Jangan hanya terpaku pada ucapannya:
“Maaf, sebagian besar anak-anak Alizah sopirnya satu-satu. Kalo kumpul wali murid, rata-rata Pajero, Fortuner, tujuh ratus juta tuh. Sopirnya satu-satu, sebulan tiga juta.
“Ini anak saya, sampe rumah, nggak tau kalo teman-teman, mungkin banyak yang lebih kritis… Bunda, emang boleh ya kalo kita makan MBG? Emang Bunda merasa nggak mampu ya, sampe aku harus makan MBG?”
Intinya, ortu siswa menolak MBG. Antara lain disertai alasan higiene makanan.
Dari sisi cara bicara sang bunda mungkin kita menyimpulkan mereka belagu. Namun ada yang lebih wigati bagi saya, yakni berlaku adil. Kalau merasa bukan sasaran MBG jangan menerima. Janganlah mengambil yang bukan hak. Berlaku tak adil itu zalim, batil. Ini soal akhlāqul-karīmah.
Taruh kata pernyataan kepala BGN setempat, bahwa 75 persen ortu menerima MBG, itu benar tetap saja tak etis.
Itu sama saja orang makmur ikut antre sembako murah dalam pasar amal. Lho, bukannya tak ada larangan? Saya teringat seorang Indonesia yang bekerja di Hilversum, Negeri Belanda, yang barusan pindah flat, “Soalnya gajiku naik dikit, nggak boleh nyewa flat yang buat orang berpenghasilan lebih rendah dari aku sekarang.”
Di sana, negeri kapitalis yang tak kenal Pancasila itu, memang ada aturan begitu.

2 Comments
Yang ini, meski tidak tajir, menolak juga….
https://solo.suaramerdeka.com/solo-raya/0515995644/jalankan-program-dapur-sehat-10-tahun-sd-muhammadiyah-solo-tolak-program-mbg
Wwhhh sipppp 👍💐👏