Daun yang telah menjadi kuning ini tampak berbeda dari lainnya yang masih hijau. Lalu bagaimana kita memandang perbedaan?
Dalam kasus foto di atas, atas nama estetika kita bisa bilang itu bagus. Namun terhadap sesuatu yang berbeda, pada kasus-kasus lain kita dapat memeram opini yang berbeda-beda dalam diri kita.
Kunci pengantar yang paling mudah adalah tergantung dalam soal apa dulu. Misalnya kita bukan sekelompok maling, masa sih harus menenggang satu dua orang yang berbeda karena dia atau mereka suka mencuri?
Secara umum, jika itu menyangkut mayoritas dan minoritas, maka yang berbeda adalah yang minoritas. Jarang yang minoritas menganggap mayoritas itu berbeda atau bahkan menyimpang. Asumsi statistikal menjadi pembenar.
Tak pernah ada sikap bulat yang merata dalam diri kita saat memandang perbedaan. Memang sih perjalanan waktu dapat membuat kita berubah, yang dahulu berbeda akhirnya tak kita tempatkan sebagai seteru. Namun lagi-lagi persoalannya adalah dalam kasus apa dulu.
Dalam pendekatan kasus apa dulu pun ada karagaman dalam sikap kita karena tak semua urusan dapat kita lihat secara biner seperti sakelar on dan off. Kehidupan tak sesimpel itu. Konon kedewasaan dapat terlihat dari situ.
2 Comments
Jangan-jangan konsep soal kedewasaan itu lebih besar pengaruh konstruksi sosialnya ketimbang keniscayaan biologis?
Saya ingat gambar di X, foto lama di Amrik seorang pria hitam berkomunikasi dengan bayi kulit putih. Kapsinya kira-kira kebencian itu diajarkan atau alami?
BTW populasi minoritas di suatu tempat bisa menjadi mayoritas di habitat lain. Sebagai mayoritas mereka bisa menepikan minoritas, kan?
Kalau saling balas, kapan rampungnya?