“Lagi semangat itu anak. Biar aja, mumpung masih muda. Harus gitu, terpanggil buat menyuarakan nurani rakyat,” kata Pak Iqbal Bakpao tentang si bungsu, anak lanang, yang rajin demo.
Ketika Kamso menuang kopi Toraja dari French press ke cangkir, si Boy Lifebuoy nongol. “Halo, Oom Kam! Pakabar?”
Lantas ramailah obrolan. Tetapi yang aktif hanya bapak dan anak itu. Sampai akhirnya Boy menanya Kamso, “Oom, napa sih universitas swasta yang itu, yang isinya anak-anak tajir, ortunya pengusaha makmur, pada nggak ikut demo?”
Pak Iqbal tertawa, “Tuh Mas Kam, dia udah tau jawabannya tapi lagi nyari opini dari situ.”
Kamso menyahut, “Ya tanya anak-anak itu dong. Apa benar ada perjanjian kampus dan ortu mahasiswa kalo anak-anak nggak boleh berpolitik bawa nama universitas, saya nggak tau.”
Boy tak puas, “Soal lainnya apa, Oom?”
“Mungkin kampus mereka jauh dari DPR. Eh, mestinya bisa naik kereta sampe Palmerah sih ya. Hahaha!”
“Nggak jelas nih opininya Oom!”
“Persoalan ikut gerakan kan nggak item putih. Bisa aja mereka nggak turun ke jalan, tapi ikut dukung di medsos bahkan patungan. Di kampusmu dan lainnya, anak-anak orang kaya juga pada demo kan? Jangan menggeneralisir. Anak-anak Indonesia yang kuliah di luar negeri juga nggak apatis.”
“Iya sih. Mungkin di Indonesia karena mereka kecebur di kampus perjuangan, ada solidaritas. Cara ngeliat masalah juga beda ya, Oom.”
Kamso mengangguk, tersenyum.
Pak Iqbal nyeletuk, “Tahun ’98, Forkot dan lainnya bisa menghapus kampus bintang berita dalam gerakan. Yang mimpin gonta-ganti. Semua terpanggil. Bahkan cewek-cewek akademi sekretaris pada naik Metromini, demo ke DPR. Kenapa? Kesadaran soal masalah besar yang harus disikapi udah merata. Ibu-ibu bantu makanan, kayak kemarin tapi lebih dulu lebih luas padahal belum ada medsos. Orang kantoran juga mendukung. Ya kan, Mas Kam?”
Kamso mengangguk.
“Aku tahu arah opini Ayah. Kalo iklim bisnis dan investasi udah parah, anak-anak universitas kaya yang elitis itu pasti akan terpanggil. Gitu kan, Oom?” tanya Boy menoleh ke Kamso.
“Wah saya nggak paham. Saya bukan aktivis. Orang intelijen yang bisa bikin proyeksi eskalasi kemarahan rakyat dan seterusnya, apa bisa kayak Serbia. Prasyarat buat ke sana nggak simpel,” jawab Kamso.
¬ Foto ilustrasi: Reuters
2 Comments
Cuma bisa berharap keadaan segera berubah. Saya masih percaya kekuatan alam 🙏
Mestakung 👏💐👍