Foto tunggal dalam Kompas edisi selumbari atau wingènané, atau dua hari lalu (Rabu, 19/3/2025), ini bagi saya menarik karena mutu gambar dan penjelasannya.
Bacalah kapsinya:
City Hall Kantor Otoritas IKN.
Suasana City Hall Kantor Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) di Nusantara, Selasa (18/3/2025). Otorita IKN memastikan pembangunan di ibu kota baru terus berjalan. Terdapat lima perusahaan asal Indonesia, Malaysia, dan China yang berinvestasi di IKN dengan total nilai investasi mencapai Rp 2,42 triliun.
Saya tidak antibahasa asing, termasuk dalam menamai tempat. Di mal ada south gate dan north gate, dan di hotel ada juga ballroom, lalu nama apartemen dan perumahan dalam bahasa Inggris. Ya biar saja karena itu properti partikelir. BUMN yang berstatus PT pun menamai produk dan kegiatannya dengan bahasa asing. Silakan.
Kalau ada orang asing menanya kita berarti mereka tak paham bahwa masyarakat Indonesia itu bilingual. Dulu, zaman kolonial dan awal kemerdekan, orangtua dan kakek nenek kita juga berbahasa Belanda.
Maaf, maksud saya ortu dari generasi baby boomers. Kalau kita negeri Frankofon ya kita berbahasa Indonesia dan Prancis. Kalau kita lama dijajah Portugis, bisa saja kita termasuk negeri Lusofon, seperti Brasil, Angola, Mozambik, dan Timor Leste.
Tetapi IKN itu proyek negara, strategis pula. Ibu Kota Nusantara. Mengapa menamai sebuah tempat, dalam hal ini gedung, sebagai City Hall? Misalnya pun untuk memikat investor asing, kenapa tak berdwibahasa dengan mengutamakan Balai Kota dalam logo, lalu City Hall ditulis lebih kecil? Dalam peta digital, dua nama berbeda bahasa bisa dicantumkan. Dengan AI pada ponsel, semua nama bisa diterjemahkan ke bahasa lain. Balai Kota bisa menjadi bahasa apa pun.
Pasal 36 Ayat 3 UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan menyatakan:
Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk namabangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan,merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Nah, siapa sih yang disebut antek asing? Mungkin Anda dapat mencerahkan saya agar tidak naif.
- Artikel saya di Koran Tempo (2015): Nama Asing — Di Jakarta, ada Sampoerna Strategic Square (dulu: Wisma Anggana Danamon), Four Winds of Senayan, Gayanti City, Mangkuluhur City Office, Tamansari Hive, The Bloomington, Regatta, L’Avenue, La Maison…
- Tiga kelompok yang merepotkan dalam bahasa Indonesia: Pertanyaan orang dewasa seperti anak-anak tapi cukup kita jawab dengan senyuman dan angkat bahu.
- Komik: Berbahasa satu bahasa fragile | Ada lho orang yang lebih malu karena salah berbahasa Inggris, lalu nyengèngès plirak-plirik ketika bersua orang asing yang berbahasa Indonesia lebih tertib.
2 Comments
Bisa jadi mayoritas penduduk IKN nanti orang asing yang nggak bisa berbahasa Indonesia. Kalau mau dibuat tulisan dobel bahasa Indonesia, nanti boros. Ini mendukung semangat daripada yang mana namanya efisiensi, Bang Paman
Oh iya ya, jadi kota internasional dalam arti kota expat 🙈