Negara ini makin aneh, seperti dikelola secara manasuka. Akal sehat dan kepatutan diabaikan. Akal budi dalam definisi non-anatomis faali ada di kepala dan hati (namun bukan hepar maupun jantung). Kepala, atau jemala, itu milik manusia. Kalau êndhas, atau ndas, dalam bahasa Jawa itu milik hewan. Jadi kalau ada orang berdarah Jawa suka mengendaskan orang lain berarti dia menganggap kehidupan nan fana ini berisi fauna.
Maka salah satu kepingan potret keanehan negara adalah penempatan perwira aktif Polri ke lembaga yang tak ada urusannya dengan keamanan sesuai pemerian tugas. Misalnya?
Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono, sebelumnya Asisten Logistik Kapolri, ditugaskan ke Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Brigjen (Pol) Hermawan, penyidik tindak pidana madya tingkat II Bareskrim Polri, dimutasi ke Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Selain mereka, Brigjen (Pol) Arif Fajarudin, perwira tinggi di Mabes Polri setelah jadi Kapolres Indramayu, Jabar, ditempatkan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM). Brigjen (Pol) Achmadi dibenum di Kementerian Ekonomi Kreatif. Brigjen (Pol) Raja Sinambela ditaruh di Kementerian/Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Kalau mereka memang mampu, no problem kan? Bukan soal mampu atau tak mampu. Mereka belum pensiun, maupun tak mengundurkan diri, dari Polri. Tak beda dengan TNI ditempatkan di ranah sipil. Termasuk soal tak penting mampu atau tidak mampu adalah anak Mulyono ikut nyawapres — dan celakanya terpilih.
Eh, polisi itu sipil atau semacam militer? Jawaban mudah: polisi bukan militer kecuali untuk polisi militer. Jawaban agak genah: polisi bukan aparatur sipil negara (ASN) melainkan aparatur negara bukan sipil. Mereka tidak di bawah menteri dalam negeri melainkan presiden.
Lalu polisi itu apa? Guru Besar Universitasa Bhayangkara Hermawan Sulistyo mengatakan, “Polisi ini bukan militer, tidak ada komando. Komandan di polisi itu hukum, bukan atasannya.”
Bahkan Hermawan bilang, “Kalau atasan itu melanggar hukum, dia (bawahan) boleh menangkap, menolak perintah, dan ini terjadi.” (¬ Kompas.com, 2022). Tetapi ingat, itu hanya pendapat seorang dosen, kebetulan mengajar di universitas yang ada hubungannya dengan Polri.
Menurut Tap MPR No. VI/MPR/2020, TNI dan Polri berbeda fungsi. TNI di bidang pertahanan negara, Polri di bidang pemeliharaan keamanan negara (Pasal 2). Apakah Kementerian Ekraf termasuk pemeliharaan keamanan negara? Mungkin agar setiap warga negara terjamin keamanannya dalam berkreasi, termasuk Sukatani bikin lagu “Bayar Bayar Bayar”.
Saat ini Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah memutasi 1.255 perwira tinggi dan menengah, termasuk menempatkan personel kepolisian di kementerian dan lembaga. Lalu apa arti meritokasi? Itu cuma omon-omon, serupa efisiensi yang oleh warganet disebut, maaf, efesienshit.
Lalu soal 1,2 juta calon ASN yang tak jelas nasibnya karena sudah lulus seleksi namun pengangkatannya mensyaratkan kematangan spiritual, yakni tabah, sabar, pasrah, sumelèh, dan banyak yang telanjur keluar dari pekerjaannya padahal keluarganya tergantung pada mereka?
Itu soal nanti, setelah Lebaran. Atau paling cepat diputuskan, entah apa bentuknya, menjelang hari mudik nasional. Jangan menyalahkan akal budi, jemala dan hati. Kalau harga otak dan hati sapi hari ini entahlah. Adapun untuk harga daging sapi, pemerintah menjamin aman. Entah aman bagi siapa. Bertanyalah kepada rumput yang bergoyang.
Tetapi menurut Kardjo AC/DC dalam kaset jadul Srimulat bersama Suroto dan Sumiati, kalau rumputnya bergoyang bagaimana sapi bisa memakannya.
¬ Gambar praolah: Antara Foto
- Banteng, DPR, dan revisi UU TNI: Begitulah perilaku poli-tikus. Soal pengeluaran DPR, jangan lupakan faktor setjen.
- Pemilik motor tercuri menemukan barangnya sendiri, lalu apa tugas polisi?: Kalau tak ada yang mau jadi polisi, bisa bubar jalan negeri ini.
- 6 polisi menghajar seorang junior, pankreas korban bocor: Terhadap teman sendiri saja tega, apalagi terhadap warga biasa.
- Damai itu indah: Polisi tipu polisi berakhir damai | Inilah potret negeri jemala paduka yang cinta damai. Mari tersenyum dan maklum.
- Masalah Sukatani dan polisi: Ketika posisi Polri dipersepsikan buruk mestinya mereka bijak dan hati-hati.
- Kata-kata untuk kasus Kapolres Ngada: Hati kita meronta karena kasus Kapolres Ngada Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.
- Oh, polisi!: Kalau semua polisi nggak bener itu dipecat, bukannya bakal timbul masalah dari pelayanan sampai yang lebih buruk?
- Satu polisi, tanpa atribut oknum: Editor di Jakarta boleh melek bahasa, tapi repoter di daerah bisa kerepotan.