Perihal tentara jangan masuk ke politik praktis, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 23 Februari lalu mengenang (¬ Kompas.id):
“Itu salah satu doktrin yang kita keluarkan dulu, pada saat reformasi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), yang saya menjadi tim reformasinya, ketua tim reformasinya, kami jalankan. Benar, saya tergugah, terinspirasi, kalau masih menjadi jenderal aktif, misalnya, jangan berpolitik. Kalau mau berpolitik, pensiun.”
Tentu, SBY punya bukti. Selain dirinya sendiri adalah putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Anak lanang itu mundur dari militer dalam usia 38 tahun, saat menjadi mayor infantri Kostrad pada 2016 karena akan berlaga dalam Pilbup DKI 2017.
Tentang prajurit aktif TNI yang akan menjabat di kementerian dan lembaga, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menyatakan pada 10 Maret lalu (¬ Kompas.id):
“Prajurit TNI aktif yang menjabat di kementerian atau lembaga lain akan pensiun dini atau mengundurkan diri dari dinas aktif sesuai dengan Pasal 47 UU TNI.”
Sampai 2023, diperkirakan 2.500 prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil. Saat ini DPR sedang ngebut merevisi UU TNI. Salah satu soal krusial: keterlibatan TNI di sepuluh lembaga sipil akan diperluas menjadi 15 lembaga. Bagi Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia, revisi UU TNI akan mengaburkan batas sipil dan militer serta memperlemah profesionalisme TNI (¬ Siaran Pers, Amnesty International Indonesia)
Hari ini (Kamis, 13/3/2025), Agus Subianto menyatakan:
“TNI memandang prinsip supremasi sipil adalah elemen fundamental dalam negara demokrasi yang harus dijaga dengan memastikan adanya pemisahan yang jelas antara militer dan sipil.”
Padahal Juni tahun lalu, dia menyatakan bentuk kerja sama TNI dan sejumlah kementerian dan lembaga adalah, “Sekarang bukan dwifungsi ABRI lagi, multifungsi ABRI, semuanya kita.” (¬ arsip, 2024)
Terhadap kekhawatiran masyarakat sipil bahwa militerisme, berupa dwifungsi atau malah multifungsi TNI seperti era ABRI Orde Baru, KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak hari ini mengatakan (¬ CNN Indonesia):
“Jadi tidak usah ramai bikin ribut di media, ini itu lah, orde baru lah, tentara dibilang hanya bisa membunuh dan dibunuh. Menurut saya, otak-otak (pemikiran) seperti ini, kampungan menurut saya.”
Oh! Kampungan, Jenderal?
¬ Foto: Khomzah Nur Hozin / Cookpad
6 Comments
Kebanyakan bacot!
(Kok kata yang itu☝tidak dikutip ya?)
Byuh.
Kalo semua orang boleh bicara kasar, apalagi di dengar anak-anak, lha pripun nggih?
Ndhasmu! Bacot! Otak kampungan!
Dan besok lalu lusa entah apa lagi.
Itulah yang disebut pendidikan budi pekerti ala mereka
Waini, jenderal jalur mertua. Sungguh taktis dan strategis.
Lalu rakyat menangis