Sejak halte LRT Cikoko hingga pindah ke stasiun KRL Cawang, Jaksel, pasangan muda itu tampak mesra, berdiri dan berjalan dengan berpelukan. Lalu saya ingat istilah lama dalam bahasa Jawa: yang-yangan. Artinya berpacaran.
Apakah mereka pasangan muda yang sedang mabuk asmara? Mungkin. Tetapi mengingat busananya, dan siang hari dalam bulan puasa, mungkin mereka pasangan suami istri, sehingga nyaman saja di tengah keramaian berpelukan.
Saya kemudian berpikir lain. Mungkin salah satu sedang terkendala secara fisik untuk berdiri dan berjalan, namun kesan saya sih mereka berjalan dan berdiri normal. Ihwal mereka, tangan si cewek di pundak si cowok, berarti butuh pegangan. Sementara tangan si cowok melingkar di pinggang si cewek, mungkin untuk menyangga. Kalau orang yang-yangan, biasanya tangan si cowok di pundak si cewek, dan tangan si cewek di pinggang si cowok.
Baiklah, kita tinggalkan pasal status marital. Itu urusan privat, bukan publik. Kembali ke pokok soal: dari mana kata yang-yangan? Laman Senarai Istilah Jawa Kemendikbud tak menyebut asal kata, hanya mengartikan sebagai “berpacaran” dan “memadu kasih sayang, biasanya pergi berduaan ke suatu tempat”.
Cara melafalkan “y” dalam yang-yangan berbeda dari “y” dalam kata sayang dan eyang. Dalam yang-yangan, bunyi “y” seperti pada kata “ya”. Juga seperti “ya” dalam yoga tetapi versi Indonesia. Kalau “y” dalam kata yoga versi bahasa Jawa, artinya anak, pelafalannya lebih ringan seperti pada kata sayang dan eyang.
Apakah kata yang-yangan sudah tersingkir dari bahasa Jawa modern? Ternyata ada lagu Didi Kempot berjudul “Yang-Yangan”.
6 Comments
Paman yang-yangan pertama usia berapa?
Lha mosok saya buka di sini 🙈
🤣🤣🤣🤣🤣
Buat Jawa diaspora (hayah) kayak saya, sulit membedakan cara membaca “y” itu, Bang Paman..
Btw, iya salfok dgn cara merangkulnya :)) Mungkin krn si cowok pake ransel, jd sulit mau peluk pinggang #dibahas :))
Gampang, Mbak Mpok. “Saya” dan “ya” beda kan? 😇
Soal ransel dan peluk, mungkin saja. 😂💐