Di samping tape deck Nakamichi 600 itu selain ada vinyl, salah satunya Kugiran Masdo (Malaysia), ada beberapa buku. Di bawah dua buku Wiro Sableng karya Bastian Tito ada Sejarah Tuhan karya Karen Armstrong. Buku-buku di situ tak mulus. Mungkin di kedai kopi ini masih ada orang membaca kertas.
Nama kedai kopi Kedutaan Besar Bekasi, di Grand Galaxy Park, Kobek, mengingatkan saya pada pujasera Kedubes Bekasi di Jatikramat tujuh tahun silam. Dalam istilah anak sekarang, vibes-nya berbeda banget. Yang di mal lebih keren dan hidup. Saya tak tahu apakah pemilik kedua tempat itu sama. Yang versi Jatikramat pating klenyit. Pengunjungnya juga berbeda.
Sejak sebelum pandemi saya jarang ke mal di Galaxy City, sejauh 8,5 kilometer dari rumah saya — apalagi setelah pandemi. Saya lebih sering ke kedai di area ruko dan ke kantor teman di sana. Maka ketika kemarin malam saya ke mal, butuh ngopi bersama keluarga ke tempat yang buka sampai pukul 24.00, saya tahu ada Kedubes yang ini.
Karena baru tahu, lamunan saya pun mundur ke kedai kopi baru pada masa pandemi. Sebagian kedai menyediakan area luar ruang. Pengudap bisa menjaga jarak. Setelah masker diabaikan, di udara terbuka para pengasap bebas berkepul-kepul.
Saya tak tahu apakah setelah ekonomi makin melamban, kedai-medal kopi dengan atmosfer bagus semuanya bisa bertahan. Datang ke kedai kopi bagi banyak orang adalah ritual. Ada harga lebih yang harus dibayar melebihi pesan antar via aplikasi maupun apalagi kopi keliling berjenama urban.
Di mal itu ada area luar ruang, selain kedubes ada sejumlah kedai yang memanfaatkannya. Area dalam ruang tak memungkinkan orang merokok.
Kesan saya, kedubes ini berkelindan dengan ekonomi kreatif. Gaya hidup mengota terjalin dengan ekosistem ekonomi kreatif. Di tempat yang lama hanya berupa tempat jajan dan nongkrong.
Soal lain? Dulu ketika pertama kali menemukan Kedubes Bekasi saya membatin apakah ini jawaban terhadap ledekan di media sosial perihal Bekesong dan Planet Bekasi. Teman saya bilang itu bagian dari perang pendengung yang dibiayai pengembang properti.
Mulai 2015 terasa geliat menumbuhkan Kota Bekasi (Kobek) dan Kabupaten Bekasi, karena harga lahan di sana lebih murah daripada selatan dan barat serta utara Jakarta. Benarkah ada perang buzzers? Entah. Setahu saya pengembang besar ya itu-itu saja, membangun di semua kawasan.
¬ Bukan tulisan berbayar maupun titipan