Jika kata “terpotong” diterapkan untuk foto di atas, ada dua keterangan. Pertama: hanger itu memang patah, saya lihat tergeletak di jalan. Jadi, bukan hanger sedang saya bawa kemudian patah dalam perjalanan. Kedua: foto itu memang terpotong karena saya saat jongkok memotret harus segera menepi karena di belakang ada mobil berjalan ke arah saya.
Usai memotret saya melamun dalam perjalanan. Kita semua terbiasa dengan hanger dalam pelbagai bahan, dari kawat, plastik, kayu, hingga bambu kecil dan bambu pres. Bahkan sebagian hanger kita dapatkan dari penatu, yang paling bagus dari 5@sec.
Kini hanger pun dipakai untuk menjemur pakaian karena lebih hemat tempat. Apakah dulu semua rumah tangga punya hanger? Abad lalu di Klaten, Jateng, saya pernah melihat hanger buatan sendiri dari bambu. Barusan saya lihat di lokapasar, ada hanger berbahan bambu kecil dengan jarak antarruas pendek, dari Zero Waste Bali, harganya Rp25.000. Hanger di desa yang saya lihat seperti itu, namun lebih kasar. Di Tokopedia hanger serupa itu berharga Rp7.500.
Tadi saya cari dalam arsip, teryata beberapa kali saya membuat pos tentang hanger. Pos yang terlama adalah tahun 2006, tentang jas dan hanger dalam bus kota PPD Jakarta. Pos lainnya, 2013, tentang hanger sebagai penahan jendela lantai dua toko kain, yang saya lihat Pasar Mayestik, Jaksel. Adapun pos pada 2023 tentang handuk petugas rumah duka di RS Borromeus, Bandung, Jabar.
Artinya, saya memang kurang kerjaan. Suka memperhatikan hal-hal sepele karena tak mampu melakukan hal penting. Mungkin Anda mau memberi pekerjaan untuk saya?
5 Comments
Pekerjaan untuk Paman? Baiklah, akan saya carikan/mintakan ke Pak Ndhas, barangkali ada formasi untuk Staf Khusus Bagian Melamun dan Iseng.
Suwun, Mas 🙏💐
Nggak bakalan ada pos itu secara formal karena pos lain sudah melakukan 🙈
Jangan Pak Ndhas, tapi Jemala Paduka 😜
Pak ndhas mawon….
Woooo… 🙈