Saya kadang memang naif. Mungkin malah sering. Maka setiap mendapati teks dengan fon ala huruf digital generasi awal — yang bukan dalam ilustrasi, poster, sampul buku, maupun infografik — saya membatin, “Halah, gaya modern lawas.”
Tetapi setelah melihat cara Indomaret memasang harga untuk dua tabung elpiji Bright Gas, ukuran 5,5 kg dan 12 kg, saya pun tersadarkan akan satu hal. Itulah cara yang praktis bagi pegawai toko untuk menuliskan harga. Dijamin hurufnya akan rapi. Mudah dibaca.
Tetapi angka yang masih polos akan menampilkan setelan default: 888.888. Nyatanya tak ada yang memprotes. Lagi pula umumnya konsumen membeli gas isi ulang, bukan paket tabung dan gas.
Cara menetapkan harga ini mudah, tinggal menimpa garis angka yang tak dibutuhkan dengan spidol hitam. Lebih praktis ketimbang menulis harga dengan spidol seperti di supermarket. Lebih gampang daripada memasang kartu angka, juga seperti di supermarket. Persoalan manakah yang lebih nyeni, ini soal selera. Yang penting fungsional: mudah dibaca, dan harga di kasir sama.
Ada juga sih cara lain, yaitu meniru kios pulsa: memampangkan papan teks elektronik, yang angka dan hurufnya bisa diganti, dan berjalan pula. Tetapi cara itu tetap kalah simpel dari cara Indomaret yang tinggal mencetak blanko di atas art carton.
Tentu, dalam mencoreti kertas harga gas, kecermatan tetap diperlukan. Salah mencoreti garis angka bisa seperti jam elektronik digital sepiker Bluetooth saya.
2 Comments
Buat orang yang suka salah coret kayak saya, repot juga kalau bolak-balik ganti blanko 888.888. Mungkin ada panduannya ya, Bang Paman..
Lha Mbak Mpok kan bukan awak minimarket 😇