Sepeda karatan memantik kenangan

Sepeda lipat murah ini setia. Ternyata belum pernah saya bawa bertamu.

▒ Lama baca < 1 menit

Sepeda lipat karatan — Blogombal.com

Sepeda lipat buatan Bawen, Kabupaten Semarang, Jateng, ini masih kotor sejak tiga pekan lalu. Belum saya bersihkan setelah sepeda dan penumpangnya, yakni saya, masuk ke parit sempit, berdesakan.

Saya amati tiang sadelnya. Sudah karatan sejak beberapa tahun lalu. Catnya, bukan coated, mengelupas, padahal bawaan dari pabrik. Pengelupasan dimulai dari penyetelan ketinggian sadel.

Kalau sadelnya sih pernah saya ganti. Begitu pula setang (handle bar), saya ganti yang lurus, hitam coated seperti rangka. Tetapi untuk tiang setang (seatpost) belum pernah saya ganti. Saya biarkan berkarat. Sedangkan crank set (gir dan pedal) pernah saya ganti karena soak.

Sepeda ini sempat menganggur delapan bulan, sejak saya sakit saraf Mei 2024, kemudian saya mencoba berlatih sepeda Januari 2025. Pada kesempatan keempat ternyata datang musibah. Kepala saya ngliyeng, dunia berputar seperti diserang vertigo, saat saya meniti wot di atas got.

Tahu-tahu saya dan tunggangan saya sudah berdesakan dalam parit sempit berisi lumpur dan air kotor, sampai saya untuk bangkit berdiri pun sulit, ditambah kepala masih ngliyeng. Tiga empat kali gagal naik. Terjerembab lagi. Tak ada penolong lewat.

Tetapi parit kotor itulah yang menyelematkan saya, karena jika parit berturap beton dan batu, tanpa lumpur, saya akan berlebih cedera. Untunglah saya berhelm. Kacamata utuh. Ponsel dalam tas pinggang selamat. Namun air kotor sempat masuk mulut. Lalu selama seminggu saya diare.

Istri saya mengenang, sepulang dari kecelakaan saya seperti tikus got. Sekujur badan hitam semua.

Setiap kali melihat sepeda itu, yang terlintas adalah pengalaman buruk tadi. Terasa membekas dalam diri. Saya pernah jatuh terguling di atas jalan berlubang-lubang, malam hari, di Jalan Raya Hankam dan Kampung Sawah, Pondokmelati, Kobek. Untung mobil di belakang masih jauh. Namun pengalaman itu tak membekas kuat. Demikian pula saat pedal sepeda lepas dalam gowes malam hari, jauh dari rumah.

Saya mencoba mengenang hal-hal manis dengan sepeda saya. Rasanya sih tak ada yang istimewa. Paling-paling ke pasar, warung sayur, minimarket, supermarket, dan mengudap di kedai — juga tiga kali ke kantor pos mencairkan wesel. Semuanya pernah saya blogkan. Tetapi belum pernah saya bertandang ke rumah seseorang dengan naik sepeda. Baru sekarang saya sadar soal itu.

Sepeda ini telah menemani saya beberapa tahun dalam segala cuaca. Dia setia. Tetapi apakah saya setia terhadapnya? Sepeda-sepeda saya sebelumnya sudah saya hibahkan. Untuk yang ini saya antara tega dan tak tega.

2 Comments

@sandalian Rabu 5 Februari 2025 ~ 15.28 Reply

Ndherek ngiring donga mugi-mugi Paman lekas pulih, kembali bergas dan gagah perkakas.

Pemilik Blog Rabu 5 Februari 2025 ~ 16.07 Reply

Suwun sanget, Mas Sandalian 🙏😇

Tinggalkan Balasan