Jadi saudara-saudari, DPR berpeluang mencopot hakim Mahkamah Konstitusi, hakim Mahkamah Agung, komisioner KPK, komisioner KPU, dan pimpinan Bawaslu. Singkat cerita, pejabat negara dipereteli berdasarkan mekanisme dan norma internal parlemen.
Masa sih semudah itu? Tentu tidak. Tetapi aturan baru DPR memungkinkan mereka mengevaluasi para pimpinan lembaga (tinggi) negara lalu mengusulkan kepada presiden untuk mencopotnya.
Salah satu alasan, dulu DPR juga yang melakukan uji kelayakan, atau fit and proper test, terhadap para calon pejabat negara. Maka mereka juga berhak mengevaluasi, jika perlu membuat rekomendasi kepada pejabat berwenang, termasuk presiden, untuk mencopot pemangku jabatan tertentu.
Kata Wakil Ketua DPR Sufmi “Don” Dasco Ahmad, yang sering dipercandai sebagai Ketua Umum DPR karena sangat digdaya, “Nah, ini, kan, kemudian kami harus lakukan fit and proper test, apakah yang bersangkutan itu masih dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Nah, kalau tidak, kan, kami harus kemudian lakukan mekanisme agar yang bersangkutan dapat digantikan oleh yang lebih layak dalam menjalankan tugas-tugas negara.” (¬ Kompas.id)
Uji kelayakan pejabat negara adalah proses politik. Artinya, unsur kelayakan dan ketepatan calon pejabat bukan melulu dari sisi profesional dan integritas yang sesuai prinsip umum, tetapi juga disukai para poli-tikus di Senayan atau tidak.
Oh ya, Anda ingat kasus ekonom Miranda Gultom, yang menyuap sejumlah anggota DPR pada 2008, agar dirinya terpilih sebagai deputi senior gubernur Bank Indonesia? Suap itu berupa 480 lembar cek perjalanan senilai Rp24 miliar. Artinya, untuk sebuah jabatan, orang bisa merogoh duit gede untuk membelinya. Apakah uang sebesar itu sebanding dengan remunerasi jabatan?
Ketika para politikus bisa mengangkat dan mencopot pejabat berdasarkan adu jumlah suara, maka posisi dan nasib pejabat negara tertentu jelas: sejak awal mereka hanyalah alat kelengkapan eksternal partai dan petugas partai. Cuma pion, bidak, gacuk. Nasibmu, Cuk!
Saya tidak tahu bagaimana guru pendidikan kewarganegaraan, atau civics, di SMA harus menjelaskan masalah ini.
Jika pun pengandaian saya tentang soal kewenangan ekstra DPR tadi salah, tolong Anda koreksi.