Saya tersenyum saat membaca judul dan isi berita CNBC Indonesia (5/1/2025), bahwa “tol” jalan tol adalah singkatan tax on location. Redaksi merujuk artikel dalam Daihatsu Indonesia (1/3/2021) tanpa menyematkan tautan.
Istilah tol yang kita kenal ya seperti dalam bahasa Inggris: toll. Bisa berarti pajak, pungutan, biaya, dan sebangsanya. Maka jalan tol adalah jalan yang bisa dilewati setelah membayar, bukan jalan bebas hambatan.
Adapun bebas hambatan adalah kontraprestasi atau imbalan yang dijanjikan pemilik jalan untuk pembayar.
Dulu, sebelum KBBI mengangkut makna tol sebagai jalan tol, akhir 1990-an, seorang editor sebuah koran kota, tanpa situs web, berdebat panjang dengan penyelaras bahasa. Sang penyelaras berkukuh bahwa tol dan jalan tol itu sama, maka demi ekonomi kata bahasa jurnalistik dia memilih tol saja. Baginya, tol dan bebas hambatan itu sama. Maka si editor berargumentasi seperti paragraf di atas.
Si editor juga mencontohkan, bahasa Inggris mengenal toll-free number. Artinya nomor bebas pulsa. Sang penyelaras, dan editor lain yang mendukungnya, tak peduli. Intinya: ikutilah kebiasaan berbahasa pembaca. Baiklah, kita dukung kesalahkaprahan, kata si editor kukuh sambil tertawa namun dianggap mengejek.
Sejak kapan kita mengenal jalan tol? Sebelum ada Indonesia. Pada zaman VOC ada tolweg, artinya ya jalan tol. Bukan untuk mobil karena belum ada mobil melainkan pejalan kaki yang memasuki kota, misalnya Batavia, untuk berdagang.
Hal itu pula yang editor sampaikan. Namun sejawatnya yang berseberangan pendapat bilang peduli amat dengan sejarah. Bagaimana dengan para editor media daring sekarang?
Sebelum saya mengeklik tombol Publish di aplikasi Jetpack WordPress pada ponsel, saya sempatkan mencari tahu tol sebagai singkatan. Ternyata Uda Ivan Lanin pernah menyatakan kepada Kompas.com (11/12/2024) bahwa itu salah. Mengartikan tol sebagai singkatan, katanya, adalah gejala keratabahasa.
4 Comments
Baiklah, Si Editor itu Paman?
Kok nuduh? Eh tanya ding ya 🙈
Saya NPC. Nemu Posting Curhat.
😁🏃♂️🏃♂️🏃♂️
😂😂😂😂😂