Bekas presiden Indonesia dalam OCCRP dan ingatan akan Mr. Blackwell

Ada yang kurang sreg junjungannya ternominasikan, namun ada yang tergirang-girang.

▒ Lama baca 2 menit

Mulyono finalis tokoh korup OCCRP 2024 — Blogombal.com

Bekas presiden Indonesia tak terpilih sebagai Tokoh dalam Korupsi 2024 versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) akhir bulan ini, dan hal itu menimbulkan beragam tanggapan. Ada yang menilai wajar dia tak terpilih, ada yang menyayangkan, ada yang lega, dan ada yang cuek. Itu semua normal.

Mereka yang menilai wajar punya alasan kukuh, dan sepakat, bahwa bekas Presiden Suriah Bashar al-Assad memang nomine terkuat.

Sedangkan mereka yang menyayangkan finalis dari Indonesia tersingkir, sebenarnya disertai perasaan tahu diri dan legawa bahwa yang penting itu dia jadi finalis. Mereka bersua lajur untuk mempermalukan orang itu dengan meminjam tangan pihak lain.

Adapun kaum yang lega itu tak rela jika junjungannya mendapat pengesahan bereputasi buruk. Itu perasaan manusiawi: orang tak rela jika pujaannya dinilai jelek.

Sedangkan kalangan yang cuek itu memang karena mereka tak tertarik isu seputar seorang bekas presiden Indonesia — bahkan mungkin mereka menganggap dia tak layak bahas.

Mulyono finalis tokoh korup OCCRP 2024 — Blogombal.com

Cara paling bagus bagi pihak yang tidak sreg dengan pencantuman bekas presiden Indonesia dalam senarai finalis OCCRP adalah menganggap itu dagelan tak bermutu dari sebuah lembaga yang kurang diperhitungkan. Intinya, ada atau tidak nominasi itu kagak ngaruh, tak mengubah idola jadi orang jelek.

Maksud saya hal itu serupa pengikut Prabowo Subianto dulu menanggapi ulah PSI, partai anyar, kecil, dan bombongan yang menobatkan sang idola sebagai penerima Kebohongan Terlebay Award 2019. Memang sih ada pihak yang tak terima lalu melaporkan ke polisi. Ini negeri hukum, melaporkan pihak lain ke polisi lebih beradab ketimbang main persekusi, yang tentu berbeda dari main perkusi.

Umumnya orang tak suka jika dinilai buruk. Begitu pun pengagum si ternilai buruk. Abad lalu ada kritikus busana bernama Mr. Blackwell. Nama lengkapnya Richard Blackwell (1922—2008). Dia senang menobatkan pesohor berbusana terburuk secara tahunan dengan “Ten Worst Dressed Women List”. Semua media fesyen dan gaya hidup menyimaknya.

Apakah penobatan versi Blackwell sama nilai dan filosofinya dengan penobatan versi OCCRP? Tentu tidak. Namun saya mengandaikan, dalam kasus Blackwell tak ada yang menuduh pria itu pengkhianat karena dia menilai secara mandiri dan subjektif.

Richard Blackwell penilai busana buruk wanita — Blogombal.com

Sedangkan dalam kasus OCCRP mungkin saja — tetapi semoga tak terjadi — ada yang menuding pengusul dari Indonesia sebagai pengkhianat tak patriotik dan mungkin malah antek asing.

OCCRP didukung oleh Dana Demokrasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDEF), sehingga lahirlah Proyek Pelaporan Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi. Dalam naungan Journalism Development Network, OCCRP kini menjadi wadah kolaboratif 150 jurnalis dari 30 negeri.

Tinggalkan Balasan