Manfaat memperhatikan sesuatu dan melamun

Iseng itu baik sepanjang tak merugikan orang lain. Berjalan kaki dan menggunakan kamera ponsel memberi faedah.

▒ Lama baca 2 menit

Foto komposisi jalan basah setelah hujan

Pagi tadi semua jalan basah dan sebagian becek karena jejak hujan. Tak nyaman untuk berjalan-jalan. Namun bagi saya tetap ada hal baik, tetap bisa memperhatikan sesuatu yang sehari-hari sudah saya lihat sebelum musim hujan menyapa. Misalnya genangan tipis air di atas permukaan jalan beton. Kenapa bisa terjadi?

Sambil melangkah saya membatin, pangkal masalah adalah pengerjaan, pada mandor dan tukang. Jika proyek itu untuk rumah tinggal, kita akan peduli. Artinya pemilik proyek akan turun tangan. Tetapi untuk jalan umum, siapa yang merasa sebagai pemilik proyek?

Kemudian lamunan saya mundur ke tempat kerja saya belasan tahun silam. Grup usaha tempat saya bekerja menempati gedung baru delapan lantai. Saat hujan datang, tempias air menggenangi teras belakang yang bisa diisi mobil jejer sampai empat — tetapi itu bukan parkiran. Ternyata lantainya miring, lebih rendah ke arah pintu masuk. Proyek besar dengan kontraktor dan subkontraktor bereputasi, disertai konsultan genah, pun bisa punya cacat. Akhirnya setelah lantai dibereskan, teras itu menjadi kantin.

Lalu saya teringat sebuah pusat kesenian di Jaksel yang dirancang oleh tiga arsitek jempolan. Saya tak tahu apakah kecepatan angin sudah dihitung, nyatanya saat hujan terpaan tempias mengganggu kenyamanan kedai di teras besar. Akhirnya kedai itu ditutup kaca, dipasangi AC.

Itulah manfaat melamun. Merawat ingatan. Bisa tentang hal penting, bisa juga tidak, lalu setelah itu lupa. Bagi saya hal itu bagus untuk memelihara kesadaran.

Adapun kesadaran awal saat berjalan-jalan adalah dengan memotret apa yang menarik bagi mata saya. Maka tadi saya foto jalan basah itu sebagai pembekuan sebidang komposisi. Saya tak peduli jika bagi orang lain hasilnya tidak nyeni.

Tatkala memotret hal sepele, saya belajar mensyukuri suatu hal yang tak nyaman. Jalan memang basah, saya harus melipir bahkan melompat untuk menghindari air, namun saya belajar menerima keadaan.

Dalam menerima itu saya merawat kesadaran, bahwa apa yang menjadi naluri setiap orang untuk menghindari air pengotor sepatu — apalagi saya bersandal gunung — saya lakukan dengan, katakanlah, penghayatan. Halah, sepele.

Ya, sepele. Mungkin lebay. Namun ada satu hal lagi yang harus saya nyatakan: menuliskan hal macam tadi dalam ponsel dengan lancar adalah cara melatih kemampuan memerikan, atau membuat deskripsi, dan menerangkan atau menyusun eksplanasi tentang apa saja.

Saya bukan penulis yang baik. Namun saya disekolahkan orangtua, dengan biaya, agar saya dapat membaca dan menulis. Dua hal itu yang tersisa dalam sisa usia saya: mensyukuri dan merayakan literasi.

Bahwa trafik blog ini rendah, tidak bisa dimonetisasi, karena sekarang era video dalam pelantar jejaring sosial, ya biar saja. Tujuan dan kepentingan, serta prioritas, setiap pembuat konten itu beragam.

Blog ini tidak jelek parah, kalau tak banyak orang tahu maka masalahnya bukan di saya.

Iseng memotret jalan basah akibat hujan itu baik

4 Comments

Junianto Jumat 6 Desember 2024 ~ 13.10 Reply

Paman bukan penulis yang baik? Ojo ngono, to, Paman.

Pemilik Blog Jumat 6 Desember 2024 ~ 19.50 Reply

Lho kata teman saya, seseorang bisa disebut penulisan bagus kalau menulis buku, dan menulis apa pun mrnghasil cuan. 🙏

Junianto Jumat 6 Desember 2024 ~ 22.42 Reply

Teman Paman kan bukan cuma seorang itu.

Tinggalkan Balasan