Makan kroket juragan berujung pengadilan

Makan sepotong penganan tak laku, setelah toko tutup, itu pencurian? Hakim bilang tidak. Malah menghukum manajemen toko.

▒ Lama baca 2 menit

Makan kroket juragan berujung pengadilan

Seorang karyawan supermarket Mercadona, San Sebastian de los Reyes, di pinggiran Madrid, Spanyol, dipecat manajemen karena memakan kroket yang tidak laku setelah toko tutup. Urusan sampai pengadilan.

Putusan pengadilan negeri sana memerintahkan karyawan itu dikembalikan pada pekerjaannya. Mercadona juga harus membayar ganti rugi 39.700 euro (Rp665,3 juta) kepada si karyawan karena gaji yang tidak dibayarkan.

Mercadona pun banding. Namun pengadilan tinggi malah memutuskan bahwa supermarket itu harus membayar tambahan 600 euro (Rp10 juta) untuk biaya pengadilan.

Makan kroket juragan berujung pengadilan

Demikianlah berita Kompas hari ini, mengutip Associated Press. Dalam koran Kompas, berita ringan macam itu masuk rubrik Kilasan Kawat Dunia, menunjukkan sebuah cara lama memanfaatkan pasokan warta via teleks. Dalam bahasa Inggris, sebelum era internet, berita via teleks disebut wire news, dulu diindonesiakan sebagai berita kawat, dikirimkan oleh kantor berita ke alamat kawat (cable address) pelanggan (¬ lihat arsip 2021: alamat kawat).

Tata letak koran memungkinkan mata memindai aneka berita dari satu halaman, termasuk rubrik berita remeh. Dalam laman web dan aplikasi berita, cara memindainya berbeda (¬ lihat arsip kemarin: foto berita koran lebih menonjol)

Dulu, abad lalu, saya suka membaca aneka berita jenaka dari koran luar negeri yang ada di perpustakaan kantor. Hanya saat didesak tenggat saya mencarinya dari gulungan kertas teleks AP, Reuters, dan AFP. Jika pendiri Warkop Rudy Badil (1945—2019), atasan saya, menemukan lebih dahulu, dia memberikan sobekan kertas teleks lucu itu kepada saya, “Nih, buat elu yang demen aneh-aneh.” Arsip obituarium Badil ada di laman lain blog ini.

Makan kroket juragan berujung pengadilan

Maaf, saya kebablasan bernostalgia. Itu ciri khas wong tuwèk. Karena kadung saya tulis, yang mengalir begitu saja, saya merasa sayang menghapus bagian itu. Mohon maklum, fungsi blog ini adalah sebagai terapi bagi saya untuk mengerem kepikunan. Sebetulnya ada hal yang lebih wigati: nasib makanan yang tak laku padahal tak mungkin dijual esoknya.

Dalam kasus Mercadona, alasan manajemen mem-PHK karyawan adalah peraturan tempat kerja, karyawan dilarang mengambil jualan apa pun tanpa membayar di muka. Bagi hakim, persoalannya adalah toko sudah tutup, kroket tak laku, pada hal tak dapat dijual keesokan harinya. Lagi pula si karyawan hanya mengambil sepotong.

Soal penganan tak laku tanpa pengawet, saya teringat sejumlah toko roti dan kue di Jakarta yang mendiskon, sampai setengah harga, untuk produk yang tak laku menjelang toko tutup. Beberapa toko sushi di mal maupun menara perkantoran juga melakukan hal serupa.

Masih layak makan, sayang kalau dibuang. Bagi pengusaha hal itu juga mengentengkan pekerjaan. Bagi konsumen yang ingin berhemat — kata orang Malaysia: berjimat — diskon itu tepat. Seorang bloger lawas ketika di Jepang, sepulang kerja membeli roti untuk sarapan esok pagi dengan diskon lebih dari 50 persen.

Bagaimana jika hal macan itu diatur dalam peraturan perundangan untuk melindungi konsumen di Indonesia?

2 Comments

Wiwied Jumat 22 November 2024 ~ 13.23 Reply

“Bagaimana jika hal macan itu diatur dalam peraturan perundangan untuk melindungi konsumen di Indonesia?”
Mungkin bisa paman, kita kan tidak kekurangan peraturan & undang-undang, tidak ada salahnya ditambah.
Hanya saja penerapannya yang mungkin…..
Gak jadi deh paman, malah jadi curhat…

Pemilik Blog Jumat 22 November 2024 ~ 13.35 Reply

Lha ya itu masalah Indonesia: kepastian hukum, di dalamnya termasuk penegakan hukum. 🙈
Mari menyambut Indonesia Emas 2045 😂

Tinggalkan Balasan