Spanduk sementara jadi sementahun sebagai jejak menyedihkan

Spanduk kembali ke warna dasar putih karena teks dan gambar dihapus oleh waktu. Namun tak berarti ingatan pahit sudah habis.

▒ Lama baca < 1 menit

Spanduk polos warisan masa pandemi Covid-19

Spanduk ini sudah pudar, kembali ke warna dasar bahan, yakni putih. Ada yang robek di lebih dari satu titik. Niat pemasangannya dulu tentu bukan untuk permanen, hanya sementara dengan batas waktu yang tak ditentukan.

Maka jadilah spanduk ini empat tahun terpasang. Meminjam istilah Sandalian, “Sementara yang berubah menjadi sementahun.”

Spanduk polos warisan masa pandemi Covid-19

Dalam tulisan ini, tentang spanduk yang kembali menjadi putih, tak ada hal lucu. Ya, tak ada.

Spanduk ini malah mengingatkan saya pada hal yang membuat perih. Ini adalah spanduk dari masa pandemi Covid-19, berisi pengingat akan protokol kesehatan.

Saya tak mengalami terserang Covid-19. Namun seperti banyak orang, saya mengalami kehilangan kenalan, teman, sanak, dan tetangga yang kehidupannya diakhiri oleh virus korona.

Bahkan, maaf, Anda mungkin mengalami kehilangan orangtua, saudara kandung, anak, dan keponakan. Saya meminta maaf karena telah menghidupkan ingatan.

Masa pandemi diisi oleh kecemasan dan masygul saya: suara sirene ambulans datang dan pergi, kabar duka dari Toa masjid tanpa keterangan meninggal karena sakit berarti lantaran Covid-19, belum lagi kabar melalui telepon dan WhatsApp.

Belum pernah terjadi ketika tetangga meninggal maka tetangga lain tak ke rumah duka, karena urusan menjadi tanggung jawab paramedis berpakaian hazmat (hazardous materials) untuk dekontaminasi.

Hanya dari jauh, di pintu pagar sendiri, kami melihat untuk kemudian masuk rumah lagi supaya tak terlalu lama bertemu muka dengan orang lain. Tentu kami juga tak melayat ke makam.

Pedih saya jika teringat sebuah keluarga. Suami dan istri dirawat di rumah sakit yang berbeda, di Jakbar dan Jaktim, karena Covid-19. Sementara kedua anak lelakinya, sudah remaja, harus menjalani isolasi di rumah, sehingga tak dapat melihat peti dan jasad apalagi pemakaman ayah dan ibunya.

Pandemi, kita lega itu sudah berlalu. Tetapi kadang saya merasa itu belum lama terjadi, seolah awal tahun ini.

2 Comments

sandalian Senin 18 November 2024 ~ 08.24 Reply

Benar-benar the year(s) of living dangerously :'(

Semoga tidak perlu terulang kembali.

Pemilik Blog Senin 18 November 2024 ~ 09.24 Reply

Bener, Mas Sandal.
Pada tingkat personal, luka perasaan itu tentu berbeda-beda. Dan ini bukan soal statistik 🙏😢

Tinggalkan Balasan