Front Pembela Fufufafa

Satu lagi anak pencari masalah. Kemarin Deni Kamsia mau bikin kaus bertema fufufafa. Kali ini Jimi Ndower mau bikin FPF: Front Pembela Fufufafa.

Kepada Kamso dia paparkan rencananya, mau bikin happening di ruang publik, lalu bikin public art di mana-mana, kucing-kucingan dengan satpol PP. Ada duit patungan buat itu semua.

Kamso hanya tertawa, “Lah emang anggota front kamu berapa, Jim? Ada yang nangani kampanye di medsos nggak? Dapet dukungan dari influencer sealiran nggak? Kalo mau aèng-aèng kamu harus belajar ke Solo, ada ahlinya, pakai Mayor tapi dia bukan tentara.”

Jimi yang baru dua bulan lalu wisuda, cuma cengar-cengir. Sebenarnya dia paham, mengemas pesan adalah satu hal, dan menggemakannya adalah hal lain. Apalagi selama kuliah, Jimi adalah anak manis, bukan aktivis, namun kali ini,”Dorongan yang bikin gelisah ini nggak bisa dibendung, Oom Kam.”

Maskipun bukan bekas orang pergerakan, Kamso bilang, “Semangat boleh radikal tapi harus dimbangi siasat penuh akal.”

“Yah, Oom Kam belum tau kan apa yang mau aku bikin?”

“Udah nebak sih. Pasti pake alegori dan alusi, nggak ada wajah Gibran, bahkan tulisan nama Gibran pun nggak ada.”

“Hehehe… Kan lebih aman, Oom?”

“Belum tentu. Tetep ada risiko dipersekusi, terutama oleh massa maju tak gentar membela yang bayar, mereka hanya paham order dan komando karena malas baca dan diskusi sejak kecil.”

“Lah bunyi pesan kita kan ada yang memuji dan menyanjung anak itu, si pangeran?”

“Pendukung dia banyak orang terdidik, bisa paham sindiran canggih, tapi massa bayaran kan beda, Jim. Paham nggak paham yang penting bayaran, cash keras. Menyedihkan, orang pekok cuma diperalat pake duit. Yang memperalat massa bayaran itu sebenarnya kejam. “