Oh, haru biru. Apa pula itu, lantas apa hubungannya dengan pil biru? Ini soal kekacauan bahasa dan pemahaman tentang disfungsi ereksi. Saya teringat hal itu selagi jalan kaki malam dan melihat boks neon penjual pil biru, di Jalan Raya Kecapi, Pondokmelati, Kobek.
Menurut KBBI, haru biru berarti “kerusuhan; keributan; kekacauan; huru-hara”. Namun Asep Rahmat Hidayat dalam kolom bahas majalah Tempo (18/12/2022), akhirnya mengajak pembaca menerima makna baru haru biru sebagai “kerawanan hati”. Boleh jadi kegagalan ereksi membuat pria, dan pasangannya, masygul.
Lalu soal pil biru? Ini adalah sebutan umum untuk sildenafil sitrat, yang hadir di pasar dengan jenama Viagra, Revatio, dan lainnya, bersaing dengan tadafil dengan merek dagang Cialis dan Promel, untuk mengatasi disfungsi ereksi — orang awam bilang impotensi — dan hipertensi arteri paru-paru (pulmonary arterial hypertension).
Singkat cerita, pil biru akan meningkatkan aliran darah ke penis setelah terangsang. Jadi, tidak tiba-tiba batang menegak dan mengeras padahal si empunya sedang ogah-ogahan.
Informasi seputar efek Viagra, dalam bahasa populer, sila lihat laman situs kesehatan yang artikelnya sudah ditinjau oleh dokter, misalnya di Alodokter. Sedangkan di Hellosehat artikelnya sudah ditinjau oleh apoteker.
Adapun harga sebutir Viagra 100 mg di Halodoc Rp216.200 harus dengan resep dokter. Lalu bagaimana dengan penjualan pil biru secara bebas, apakah dengan resep? Saya tidak tahu. Apakah ada jaminan pilnya asli? Entah.
Tetapi dengan bertebarannya penjual pil biru dan aneka obat kuat, bahkan dengan kios kumuh di pinggir jalan, adakah moral ceritanya? Ya. Bagi para orangtua, yang harus siap menjawab, jika anaknya yang masih kecil bertanya karena melihat tulisan di pinggir jalan dan iklan daring.
