Kelaparan, kekalapan, dan kendali diri

Makan itu menyangkut etiket dan etika. Makanlah secukupnya, banyak orang kelaparan. Sampah makanan DKI melebihi tinggi Monas.

▒ Lama baca < 1 menit

Gudeg Prambanan di Pekayon, Kobek, Jabar

Lauk yang banyak. Menyenangkan. Pola makan kita, yang berbasis nasi, menuntut setidaknya satu jenis lauk, bahkan dalam sikon tertentu, satu jenis itu juga sepotong lauk, misalnya tempe saja. Bisa sih hanya nasi atas pilihan karena sedang mutih.

Lantas di manakah ada tempat dengan beraneka lauk? Kedai. Dari warteg, restoran masakan Minang dengan hidangan di meja, sampai kedai all-you-can-eat. Oh ya, juga di restoran hotel untuk sarapan. Makin mahal hotelnya makin berlimpah.

Gudeg Prambanan di Pekayon, Kobek, Jabar

Masalahnya, manakah yang lebih menggerakkan kita untuk memilih lauk: rasa lapar karena jam biologis ataukah lapar mata yang dalam istilah anak sekarang adalah kalap?

Beda orang beda masalah. Di kedai berbanyak lauk untuk prasmanan, dari yang harga per orang sama rata sampai yang saat membayar di kasir harga dihitung per lauk, orang yang tidak kemaruk ngawula wadhuk pun bisa bingung. Kadung ambil udang bakar dan buntil plus dua takaran kecil lauk lainnya, ternyata setelah kenyang baru tahu ada garang asem, padahal mestinya cukup dengan dua porsi itu, untuk nasi sepertiga piring.

Bagi kaum kalap santap, keberlimpahan makanan seperti dalam resepsi yang gratis padahal tamu tak umpel-umpelan, maupun di all-you-can-eat saat ditraktir, kadang menguji kendali diri. Mereka sampai mblenger, tidak bisa menghabiskan makanan yang kebetulan lezat, karena semuanya mereka cobai.

Sampah makanan orang Jakarta melebihi tinggi Monas

Dulu di Hartz Chicken Buffet yang rasanya biasa saja itu, saya beberapa kali melihat sisa makanan di meja. Rupanya ancaman denda tak dijalankan. Kalau di beberapa hotel, di resto untuk sarapan ada papan info sisa makanan tamu. Saya tak tahu apakah info macam itu bisa menjadi pengingat.

Makan bukan hanya menyangkut etiket tetapi juga etika. Seperti nasihat sejak dahulu kala: tidak baik membuang makanan karena masih banyak orang kelaparan.

Sisa makanan tamu di resto Ibis Style Bogor

2 Comments

Junianto Jumat 6 September 2024 ~ 20.34 Reply

Ngawula wadhuk, alias badhoger.😁

Pemilik Blog Senin 9 September 2024 ~ 15.42 Reply

Alias karung bergigi atau podhêng, opo waé sêdhêng

Tinggalkan Balasan