Preloved, tweedehands, cukup di rumah

Jual baju bekas pakai sendiri, bukan awul-awul, di rumah akan memperlancar sirkulasi pakaian dan keuangan.

▒ Lama baca 2 menit

Preloved, tweedehands, cukup di rumah

Selebaran itu masuk ke keranjang paket dan surat. Tentang penjualan barang baru dan preloved dari sebuah rumah, bukan minibazar di kedai kopi maupun sanggar komunitas. Preloved adalah sebutan untuk barang bekas sangat layak pakai. Kalau tidak salah istilah itu muncul dari Australia.

Sejak kapan istilah preloved laku di Indonesia? Saya tak tahu. Menurut kesan saya yang harus Anda koreksi, istilah itu makin menyebar pada awal pandemi Covid-19, 2020.

Preloved, tweedehands, cukup di rumah

Barang bekas, untuk pakaian dan tas, bukan hal baru. Setiap masyarakat di mana pun mengenalnya. Generasi tua pada masa kolonial hingga 1970-an mengenal istilah Belanda tweedehands, secara harfiah berarti tangan kedua. Kemudian generasi pelanjutnya lebih akrab dengan istilah Inggris second hand. Setelah itu orang cukup menyingkatnya “second“, ditulis sebagai “seken” dan KBBI sudah menyerapnya. Oh ya, abad lalu kerap ada garage sale di rumah ekspatriat yang akan kembali ke negerinya. Iklannya ada di The Jakarta Post.

Barang seken dan barang loakan, apakah sama? Beda orang beda pendapat. Kalau untuk pasar loak mereka sepakat, bahwa itu sama dengan flea market di negeri luar. Pasar loak itu kumuh, kalau di Jogja sampai 1980-an , lapaknya ditunggui penjual bersila, diterangi senthir (pelita, dian), pembelinya jongkok, sehingga disebut pasar senthir padahal tak menjual lampu kerosin. Kalau siang lapak-lapak tidak buka.

Suatu kali seorang mahasiswa yang tepergok menawar jaket militer di sana berkilah, “Mau buat pentas teater.” Padahal si pemergok akan menjual Levi’s 501 karena wesel dari kampung di luar pulau belum tiba.

Tetapi di sini sebutan flea market kurang populer padahal yang dari bahasa Inggris mestinya lebih keren, lebih mengurban. Kata thrift shop, karena di luar negeri lebih dikenal, dengan ruang lebih genah tak seperti tenda di area pedestrian sepekan sekali, di sini lebih diterima. Padahal di sini isinya baju-bekas impor, bukan baju bekas-impor, yang masuk Indonesia secara gelondongan melalui kontainer kapal, bahkan secara ilegal. Di luar negeri juga baju impor dari Indonesia, Vietnam, dan Bangladesh ding, tetapi dulu masuk sebagai busana anyar.

Preloved, tweedehands, cukup di rumah

Soal baju bekas maupun preloved, laman situs Bank OCBC NISP (2023) menjelaskan perbedaannya. Artinya, pihak bank realistis dalam komunikasi pemasarannya untuk merespons pola belanja konsumen kelas menengah dan kelas menuju menengah. Kedua penggolongan itu bukan bercanda, para ekonom dan bahkan Bank Dunia mengenalnya: middle class dan aspiring middle class.

Bukan penggolongan dari studi ekonomika, orang non-ekonom sampai awal 2000-an punya sebutan khas yang sinis: the-so-called Indonesian middle class. Media sosial menyebutnya “kelas menengah ngehek” untuk sebagian dari kaum ini yang mereka dakwa tidak menjadi agen perubahan, baru sebatas menjadi the professional complainers.

Preloved, tweedehands, cukup di rumah

Sebulan belakangan, bahkan lebih, media, ekonom bank, dan BPS membahas kemerosotan ekonomi kelas menengah. Pola belanja lebih irit, rerata saldo tabungan menipis (¬ arsip: Kaesang-Erina dan kontras ekonomi Indonesia). Kompas hari ini juga membahasnya: “Buru Diskon, Solusi Kelas Menengah Hadapi Tekanan Ekonomi“.

Bagi saya preloved itu baik, mempercepat sirkulasi pakaian sekaligus keuangan dalam pasar yang transaksi digitalnya, di pelantar lokapasar, menyediakan aneka busana murah, apalagi saat jastip dari Thailand masih mudah. Memang sih ada efek pahit, jika ditambah impor legal baju baru, ekosistem industri garmen Indonesia tergencet, lalu terjadilah PHK massal.

Preloved, tweedehands, cukup di rumah

Memang simalakama. Baju murah membuat orang tamak, padahal prinsip zero growth untuk lemari pakaian itu sulit, setiap tambah yang baru satu harus mengenyahkan yang lama satu.

Tetapi ketika daya serap pasar terseok-seok, karena daya beli memble, baju baru yang dibuang sampai membukit di Chile.

4 Comments

Junianto Kamis 5 September 2024 ~ 17.24 Reply

Si tepergok itu Paman? Pemergok Paman dari kampung apa pulau mana?

Pemilik Blog Kamis 5 September 2024 ~ 17.47 Reply

Tentu bukan.
Kampung pemergok di Sumatra sana.

Junianto Kamis 5 September 2024 ~ 20.10 Reply

Cah Sumatra, tahun 1980-an sudah ber-501 ya.👍

Tinggalkan Balasan