Nota kertas. Dengan coretan tangan. Tanpa tanggal transaksi. Ada perincian harga. Namun nama makanan sulit dibaca. Kertas itulah yang menyertai pesanan makan siang anak saya via Grab Food.
Artinya, cara lama dengan kertas blanko nota yang diisi secara manual — ada juga yang menyebutnya bon, padahal berbeda makna — masih berlangsung dalam perdagangan berbasis pelantar digital.
Kemudian menjelang sore datanglah kudapan kiriman seseorang via lokapasar. Ada setruk — artinya secarik kertas kecil memanjang — yang fungsinya sama dengan nota, sebagai bukti bayar.
Kedua kertas itu sama. Sebagai bukti bayar. Hasil tulisan tangan maupun cetakan printer termal bukan soal. Bedanya, versi cetakan lebih lengkap dan terbaca, selalu ada tanggal transaksi.
Sebagai bahan ajuan rembes — sudah masuk KBBI: ucapan lokal untuk reimburse — setruk cetak digital lebih dipercaya. Ada arsip transaksinya juga di memori alat pihak penjual. Sedangkan nota kertas tergantung pada lembar tembusan oleh karbon dan semoga tak segera dibuang oleh penjual.
Dari transaksi daring, nota kertas yang saya dapatkan antara lain dari Tokopedia (beli alat listrik) dan Gofood (beli nasi goreng kambing dan nasi gudeg). Lima tahun lalu saya membayangkan nota kertas dengan tulisan tangan akan tersingkir tahun ini. Ternyata masih bertahan.
Sejauh ini automasi administratif perdagangan daring yang terlihat konsumen hanya berlaku untuk pencetakan label stiker pengiriman berkode batang, dan itu pun belum mencakup semua pedagang. Karena tanpa label stiker cetak termal pun kurir tetap memprosesnya. Dengan menempelkan stiker resi mereka sendiri.