Setelah tempo hari ramai kontroversi multifungsi TNI, kini ramai soal wacana agar prajurit TNI boleh berbisnis. Intinya ada niat merevisi UU TNI agar TNI dapat memperluas fungsi militer di luar pertahanan dan supaya personel TNI bisa mendapatkan uang tambahan.
Usul nyambi ini disampaikan oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro di DPR pekan ini (¬ Kompas.id).
Bagi mantan KSAU Chappy Hakim, niat menempatkan prajurit TNI di luar bidang dan kompetensinya dalam pertahanan harus dipertimbangkan ulang oleh pembentuk undang-undang.
Sedangkan bisnis bagi anggota TNI, kata Chappy, “Kalau persoalan bisnis dia bisa atau tidak, itu persoalan lain. Saya memandang persoalan ini hitam-putih saja, kalau orang dididik jadi A, harus jadi A. Kalau jadi B, harus jadi B…” (¬ Kompas.id)
Bagi diplomat dan ahli hak asasi manusia Makarim Wibisono, membolehkan prajurit aktif TNI berbisnis itu tidak tepat. Bisnis adalah pekerjaan yang memerlukan dedikasi dan konsentrasi penuh.
Dia khawatir, “Kalau diberikan kesempatan berbisnis bagi prajurit aktif, nanti tidak ada kejelasan fungsi pokok dan monitoring pada tugas kemiliteran.”
Bagi saya, kalau masalahnya adalah kesejahteraan maka negara harus memperbaiki tanpa membiarkan personel militer nyambi. Bukankah badan-badan usaha militer, yang dibentuk untuk kesejahteraan prajurit, akhirnya ditertibkan supaya fungsi TNI lebih jelas dan professional?
Kalau personel TNI boleh berbisnis, saya khawatir ada peluang konflik bisnis melebar menjadi konflik antartangsi karena menyangkut nafkah.
Militer: Dari jalan tengah, ke dwifungsi, akan ke multifungsi