Saya sebut kotak surat ini sudah lama tetapi saya tak tahu sudah berapa tahun. Saya katakan lama karena bukan kotak yang dipasang pada 2024. Jika kita amati warna cat yang memudar, tidak glossy lagi, pasti sudah tahunan.
Ini bukan kotak surat saya melainkan tetangga. Saya sering melihatnya. Tadi saat latihan berjalan kaki saya malah menjadi peduli. Namun karena tak berjumpa pemilik rumah maka saya tak dapat menanyakan dua hal.
Yang ingin saya tanyakan adalah usia kotak pos ini dan apakah masih sering dimasuki surat dan selebaran.
Mungkin saya mengada-ada. Nyatanya kalau saya amati, rumah-rumah baru maupun hasil perombakan total hingga pagar halaman, di area saya, tak memasang kotak surat.
Surat menyurat dalam arti kertas sudah menjadi langka. Tagihan kartu kredit dan kartu ucapan Natal dan Idulfitri sudah lama tak dikirimkan via pos maupun kurir. Lembar tagihan listrik, dengan tabel perincian sehingga kita tahu berapa rupiah iuran penerangan jalan, sudah sepuluh tahun lenyap.
Surat biasa dari kerabat dan handai tolan? Menjelang akhir abad lalu pun melenyap setelah penetrasi telepon rumah dan kemudian ponsel kian meluas. SMS dan kemudian aneka pelantar perpesanan lebih mudah dan murah.
Kini kertas yang mengisi kotak surat adalah selebaran RT, selebaran promosi, dan kartu undangan resepsi pernikahan. Belum tentu sebulan sekali ada. Penyebar kertas promosi lebih sering mencantelkan atau menyelipkannya pada celah pintu pagar.
Koran? Ini barang yang dalam tempo singkat menjadi arkais. Menjadi artefak hidup. Majalah juga demikian. Empat belas belasan tahun silam saya pernah memotret kotak surat memanjang, bukan meninggi, pada pagar sebuah rumah di Gandaria, Jaksel, yang bertuliskan logo majalah Fortune. Pasti itu bonus berlangganan setahun atau lebih dari Indoprom AH, agen majalah dan koran asing di Jakarta.
Kotak surat adalah salah satu artefak dunia masa kini kita. Maksud saya kotak surat di luar rumah. Bukan di dekat portir apartemen.
Anak-anak SD yang di rumahnya tak menjuntai kotak surat mungkin juga kurang ngeh terhadap kehadiran kotak tersebut di rumah lain.
Oh ya, untuk Anda yang sering menonton film Indonesia, apakah mendapati film keluaran 2000 hingga kini, dengan latar waktu masa lalu maupun tahun produksi, yang memuat adegan orang membuka kotak surat?
Bahkan lebih sederhana lagi, dalam shot bagian depan rumah adakah kotak surat? Saya tak tahu apakah dalam set bagian depan rumah, di studio untuk siaran TV, juga ada kotak surat.
Kotak surat itu antara ada dan tiada dalam ingatan kolektif kita. Revolusi digital mengeyahkan surat berupa kertas.
Saya wong lawas, masih punya kenangan masa kecil ketika setiap hari kotak surat dari kayu dengan jendela kaca selalu terisi aneka kiriman untuk bapak saya, termasuk majalah asing dan koran Indonesia berbahasa Inggris yang dikirim via pos dari Jakarta, bukan oleh agen di Salatiga. Ada juga wesel, karena Bapak adalah kolumnis Kompas dan Sinar Harapan dan koran lain.